Soal Presiden Selanjutnya, Pangi : Kedaulatan Ada di Tangan Rakyat, Bukan Milik Jokowi

Jurnalis: Shinta Miranda
Editor: Moana

18 Mei 2023 11:12 18 Mei 2023 11:12

Thumbnail Soal Presiden Selanjutnya, Pangi : Kedaulatan Ada di Tangan Rakyat, Bukan Milik Jokowi Watermark Ketik
Analis politik sekaligus CEO & Founder Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago.(Dok.Voxpol)

KETIK, JAKARTA – Analis politik sekaligus CEO & Founder Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, belakangan ini masyarakat tengah dipertontonkan drama politik yang sedang dimainkan oleh Presiden Jokowi.

Ia mengatakan, satu langkah sudah dimenangkan meski melalui jalan terjal dan berliku. Megawati dan PDIP akhirnya takluk dengan secara resmi mengusung Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden (capres). 

Deklarasi pengumuman capres dari PDI-P yang semula dijanjikan Megawati pada HUT ke-50 PDIP bertepatan pada Haul Bung Karno pada 1 Juni 2023 mendatang rupanya tak sesuai rencana. Pengumuman itu bahkan jauh lebih cepat ketika momen lebaran. 
 
"Kita terkaget-kaget ketika PDIP dan Megawati mengumumkan capres nya di saat semua orang lagi berpikir mudik pakai apa? dan lagi fokus masak opor ayam persiapan menu lebaran, wajar kita bertanya-tanya, kekuatan  apa yang membisikkan Megawati sampai begitu cepat deklarasi Ganjar diumumkan sebagai capres PDIP," kata Panti, Kamis (18/5/2023). 

Pangi melihat Presiden Jokowi ingin memastikan calon wakil presiden yang berpasangan dengan Ganjar adalah orang yang tepat sesuai dengan harapan.

Maka kemudian relawan pro Jokowi adalah senjata paling ampuh yang kembali digerakkan memalui serangkaian acara bertajuk Musyawarah Rakyat (Musra). 

"Musra sepertinya sudah dijadikan sebagai daya tawar atau bargaining position oleh Jokowi untuk bernegosiasi dengan partai politik terutama dengan PDIP untuk memuluskan langkahnya, dan sejauh ini telah terbukti cukup ampuh," ujarnya. 

Pangi mengamati, melalui ajang Musra ini Jokowi sedang mengirim setidaknya tiga pesan sekaligus. Pertama pesan kepada internal relawan untuk bahu membahu melakukan penguatan soliditas relawan. 

Kedua, pesan kepada partai politik untuk mendengarkan suara relawan, suara relawan harus diperhitungkan. Ketiga, selain dukungan partai politik, Jokowi masih punya dukungan jejaring yang kuat di akar rumput melalui simpul-simpul relawan.

Namun demikian, tegas Pangi, langkah politik Presiden Jokowi ini tidak sepenuhnya bisa diterima. Ia justru melihat jika sepak terjang itu akan menjadi sebuah “preseden” buruk.

"Presiden yang sedang berkuasa tanpa rasa malu menjadikan dirinya makelar demi kepentingan politik temporal  dan merendahkan dirinya sendiri, seorang presiden sudah selayaknya naik level menjadi seorang negarawan bukan hanya sekadar politisi pragmatis gila kuasa," ungkapnya. 

Apa pasal? 

Pangi menyebut sejumlah sikap Presiden Jokowi yang merujuk pada potensi preseden buruk tersebut. Antara lain karena Presiden Jokowi terlibat aktif dalam melakukan negosiasi bahkan menunjukkan dukungan secara terbuka. 

Hal ini dinilai akan memberikan dampak negatif yang sangat berbahaya terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024 mendatang. 

"Netralitas akan menjadi isapan jempol baik dari penyelenggara dan bahkan dari aparat negara yang lain seperti ASN, TNI/Polri. Itu artinya penyelenggaraan Pemilu yang curang sudah di depan mata," kata dia. 

Belum lagi, lanjutnya, pidato berapi-api Jokowi di hadapan relawan yang penuh dengan harapan, janji dan jargon politik yang selalu membawa-bawa nama “rakyat”.

"Sepertinya ada sesuatu yang belum selesai, pidato berapi-api di hadapan relawan ini seperti menimbulkan kesan bahwa Jokowi lebih terlihat sebagai seorang calon presiden ketimbang king maker," tuturnya. 

Demikian juga konteks pidato Jokowi sebagai seorang presiden. Pangi menyebut, pidato ini penuh dengan gambaran lemahnya pemerintahan sekarang yang harus diselesaikan dan dicarikan jalan keluarnya oleh pemerintahan mendatang. 

"Ini seperti kata pepatah menepuk air di dulang terpercik muka sendiri. Artinya Jokowi sedang mempertontonkan kegagalannya memimpin dalam 9 tahun terakhir," tandas Pangi. 

Upaya presiden Jokowi untuk memberikan pesan dan dukungan politik terhadap kandidat tertentu sejauh ini pengaruhnya terbilang rendah.

Hal itu setidaknya tergambar dari data survei yang dilakukan oleh Voxpol Center Research and Consulting pada November 2022 menunjukkan hanya 25 persen pemilih yang mengaku pilihan politiknya terpengaruh oleh arah dukungan yang diberikan oleh presiden Jokowi.

Sementara sisanya mayoritas publik 65,7 persen tidak terpengaruh capres dukungan Jokowi terhadap keputusan rakyat dalam memilih dan 9,3 persen tidak menjawab. 

Itu artinya, arah dukungan (endorse) Presiden Jokowi tidak memberikan pengaruh yang cukup kuat untuk menggiring pemilih kepada kandidat tertentu.

"Jadi pada akhirnya yang terkesan di benak publik adalah presiden tampaknya ingin memaksakan pesan seolah-olah kriteria capres-atau cawapres pilihan beliau itulah real selera rakyat walaupun kenyataannya berkata lain," katanya. 

Presiden yang sedang berkuasa tidak bisa membuldoser jeroan kehendak rakyat, sehingga, Pangi menyarankan jangan sampai seolah-olah suara presiden adalah representasi suara rakyat.

Karena, kedaulatan tetap berada di tangan rakyat bukan kedaulatan berada di tangan Presiden Jokowi. 

"Tetap rakyat yang berdaulat, Presiden Jokowi hanya menjalankan mandat rakyat, jangan sampai  presiden sabotase daulat rakyat," ungkapnya. 

Ia juga menyarankan agar presiden tidak membonsai dan mengintervensi suara rakyat di akar rumput. 

Apalagi Gen-Z dan Gen- Milenial  yang presentasenya mencapai 60 persen, tidak mudah terpengaruh oleh tokoh agama, adat, maupun orang tua mereka.

Perilaku pemilih yang masuk kategorisasi pemilih yang sangat rational, psikologis, kritis, integritas, memperhatikan rekam jejak, basis kinerja dan prestasi dan kompetensi kapasitas kandidat pemimpin yang bakal mereka putuskan untuk dipilih. 

Presiden Jokowi harus netral dan bagaimana berpikir keras untuk menyukseskan Pemilu 2024, tidak cawe-cawe, tidak grasak-grusukan menyiapkan dan menyukseskan presiden pengganti. Karena itulah, kata Pangi, cara merawat demokrasi. 

Presiden partisan di dalam Pemilu jelas meninggalkan legacy yang buruk bagi sistem Pemilu dan demokrasi. 

"Sebab, presiden selanjutnya tentu berpotensi melakukan hal yang sama, karena tak ada pembelajaran dan contoh ketauladanan dari seorang negarawan, ibarat kain sarung muter-muter di situ," tuntasnya.(*)

Tombol Google News

Tags:

Analis Politik Pangi Syarwi Chaniago Voxpol Center Research and Consulting Pilpres 2024 Pemilu Jokowi