Safari ke Lombok, Anies Baswedan Disambut Ribuan Santri

Jurnalis: Shinta Miranda
Editor: Rudi

31 Januari 2023 03:44 31 Jan 2023 03:44

Thumbnail Safari ke Lombok, Anies Baswedan Disambut Ribuan  Santri Watermark Ketik
Anies Baswedan saat mengunjungi NTB dan berkunjung ke Ponpes Yatofa. (Foto: Instagram: aniesbaswedan) 

KETIK, LOMBOK TENGAH – Bakal calon presiden Partai NasDem, Anies Baswedan, melakukan kunjungan ke Nusa Tenggara Barat (NTB) hari ini. Anies berkunjung ke Pondok Pesantren (Ponpes) Yayasan Atthohiriyah Alfadiliyah atau sering disebut Yatofa di Desa Bodak, Kecamatan Praya, Lombok Tengah. 

Anies mengatakan dirinya sempat terharu dengan isi pesan yang disampaikan pimpinan Ponpes Yatofa. Di mana isi pesan itu meminta seluruh masyarakat untuk saling mencintai satu sama lain. 

"Mari saling mencintai. Dan saya betul-betul terharu menyaksikan sambutan masyarakat yang sangat luar biasa di sini," kata Anies, Senin, (30/1). 

Hal senada juga diungkapkan oleh Pendiri Yatofa Bodak, Tuan Guru Ahmad Fadli Fadil Thohir mengatakan, tanpa cinta tidak mungkin Anies ke Bodak. 

"Saya amati jauh hari sosok Anies ini pantas menjadi Presiden 2024," katanya. 

Menurut dia, ketika cinta yang mendasari suatu pilihan maka tidak akan mengharapkan timbal balik. 

"Saya mendukung Anies karena saya cinta. Saya tidak mengharapkan imbalan apa pun," ujarnya. 

Tuan Guru Bodak itu, menceritakan 18 tahun lalu, Ketua Umum NasDem, Surya Paloh pernah berkunjung ke tempatnya. 

"Waktu itu, Surya Paloh menyumbang radio kepada jemaah Yatofa. Saya menganggapnya sebagai kakak," ungkapnya. 

Tuan Guru Fadil menyerukan, kepada jemaah untuk mendukung dan mendoakan Anies Baswedan menjadi presiden. 

Secara kompak, para jemaah menyatakan siap mendukung dan memenangkan Anies Baswedan 2024 mendatang. 

Sementara itu, Anies Baswedan mengungkapkan, kedatangannya ke Yatofa Bodak atas dasar cinta. 

"Ini bukan cinta bertepuk sebelah tangan, melainkan cinta bertepuk tangan," katanya.(*)

Tombol Google News

Tags:

Anies Baswedan Nasdem ponpes Yatofa safari politik