Menziarahi Makam Ki Ageng Gribig, Tokoh Penyebar Agama Islam di Malang

Jurnalis: Lutfia Indah
Editor: Muhammad Faizin

9 April 2024 03:15 9 Apr 2024 03:15

Thumbnail Menziarahi Makam Ki Ageng Gribig, Tokoh Penyebar Agama Islam di Malang Watermark Ketik
Makam Ki Ageng Gribig, penyebar Agama Islam di Malang. (Foto: Lutfia/Ketik.co.id)

KETIK, MALANG – Sebuah komplek pemakaman yang ada di Jalan Ki Ageng Gribig, Madyopuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, punya keistimewaan nilai historis tersendiri. Sesuai dengan namanya, di komplek tersebut telah bersemayam tokoh penyebar Agama Islam di kawasan Malang Raya yakni Ki Ageng Gribig.

Sosok Ki Ageng Gribig sempat menjadi perbincangan sebab rupanya makam tokoh tersebut 'tak hanya' ada di Kota Malang saja. Di Klaten, Jawa Tengah juga ada komplek pemakaman tokoh dengan nama yang sama. Sejarawan dari Universitas Negeri Malang (UM), Ismail Lutfi menjelaskan Ki Ageng Gribig yang ada di Klaten dan Kota Malang merupakan dua orang yang berbeda.

"Untuk di Malang nama aslinya tidak diketahui, dari mana asal beliau pun masih menimbulkan tanda tanya. Ini peristiwa sejarah yang tidak ditulis namun terekam dalam tradisi lisan. Sementara ini nama Ki Ageng Gribig adalah tokoh ulama yang mensiarkan Islam di wilayah Gribig," ujar Lutfi.

Di sekitar makam Ki Ageng Gribig juga terdapat makam-makam petinggi suatu wilayah, mulai dari Bupati Malang, Pasuruan, Bangil, Jember, dan daerah-daerah lainnya.

Menurut penjelasan dari Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kampung Gribig Religi (KGR), Devi Nur Hadianto dulunya Malang masih satu karesidenan dengan Pasuruan. Tak heran jika banyak bupati di wilayah tersebut yang dimakamkan di Malang.

Selain itu terdapat kisah menarik terkait keterkaitan antara kompleks pemakaman tersebut. Konon, Ki Ageng Gribig memiliki kedekatan dan kerap berdakwah pada kalangan pejabat, raja, maupun tokoh penting di sebuah wilayah. Oleh karena itu tak mengherankan jika makam Ki Ageng Gribik dikelilingi oleh makam para bupati wilayah sekitar.

"Secara folklore mungkin ada keterkaitan, seolah-olah cucu dengan mbah, atau murid dengan guru. Akhirnya pejabat itu minta disarekan di sini," ujar Devi.

Sebagai kompleks pemakaman yang erat kaitannya dengan penyiar Agama Islam, warga sekitar pun sering menggelar kegiatan keagamaan. Salah satunya setiap 1 Muharam atau peringatan 1 Suro sering dilakukan pembuatan jenang atau bubur suro.

"Bagi kami jenang suro dengan watak putihnya menandakan bahwa ini awal tahun, awal doa. Kita orang Jawa hendaknya selalu berbaik sangka. Dengan harapan dalam satu tahun ke depanapa yang kita minta kepada Tuhan adalah hal baik. Termasuk kepada semua yang ada di lingkungan masyarakat," tuturnya.

Bubur suro memiliki toping yang bersimbolkan penghidupan mulai dari telur, lauk-pauk seperi ikan ataupun ayam. Hal tersebut telah menjadi tradisi yang diwariskan oleh para tetua masyarakat, yang berpesan supaya tidak menghilangkan kebiasaan tersebut.

"Bubur suro dengan khas warna putih, dan topingnya adalah awal penghidupan. Seperti telur, biasanya ayam atau ikan, sekaligus beberapa unsur lain. Bawahannya selalu ada daun. Ini tetua kita bilang jangan sampai diubah. Sebab ada harapan, ada penghidupan, ada doa, ada keinginan yang mungkin bisa terkabul di tahun-tahun yang akan datang," pungkasnya. (*) 

Tombol Google News

Tags:

Pesarean Ki Ageng Gribig Ki Ageng Gribig Penyebar Islam Malang Islam di Malang Kota Malang Wisata Religi