Menengok Stasiun Demak Tempo Dulu, Jejak Sejarah Peninggalan Penjajah Belanda

Jurnalis: Moh. Rusdi
Editor: M. Rifat

8 Agustus 2024 02:28 8 Agt 2024 02:28

Thumbnail Menengok Stasiun Demak Tempo Dulu, Jejak Sejarah Peninggalan Penjajah Belanda Watermark Ketik
Stasiun Demak peninggalan penjajah Belanda (Foto: Instagram @yusufbachtiar)

KETIK, DEMAK – Menjelang momentum Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia (RI) ke-79, banyak bangunan lama yang perlu diungkap dan memiliki nilai sejarah seperti stasiun, pelabuhan, jalan, bandara, jembatan hingga istana.

Adalah Stasiun Demak yang merupakan stasiun kereta api nonaktif yang terletak di Bintoro, Demak. Stasiun ini merupakan stasiun utama di Kabupaten Demak dan berada dalam pengelolaan Kereta Api Indonesia Wilayah Aset IV Semarang.

Stasiun Demak pertama kali dioperasikan pada 27 September 1883 oleh Samarang-Joana Stoomtram Maatschappij (SJS), perusahaan kereta api Hindia Belanda.

Stasiun ini berada di jalur kereta api yang menghubungkan Semarang dengan Juwana di Pati. Stasiun Demak generasi pertama pada awalnya berdiri di pusat perkotaan Demak, tepatnya di sekitar Pasar Tradisional Bintoro Demak.

Untuk menghubungkan Demak dengan pusat ibu kota Kabupaten Grobogan, maka dibangun jalur cabang menuju Stasiun Purwodadi serta memindahkan jalur yang dahulu dimiliki oleh Poerwodadie–Goendih Stoomtram Maatschappij.

Stasiun Demak yang ada saat ini merupakan Stasiun Demak generasi kedua yang dibangun oleh SJS. Stasiun baru ini diresmikan dengan pesta yang meriah pada malam hari pada 25 April 1921.

Stasiun baru ini dibangun untuk menggantikan stasiun lama sekaligus memindahkan jalur lama yang terletak di pusat perkotaan Demak ke arah barat daya untuk mendukung layanan kereta api yang semakin padat.

Dengan diresmikannya bangunan stasiun baru, maka pengoperasian Stasiun Demak lama dipindahkan ke stasiun baru dan Stopplaats Aloon-aloon Demak dinonaktifkan.

Menurut koran De Locomotief, bangunan stasiun baru ini mulai dioperasikan pada hari Rabu, 27 April 1921. Bangunan stasiun generasi kedua ini dirancang oleh van Nijmegen Sehonegevel sebagai insinyur, van Leeuwen sebagai arsitek, dan Widagdi sebagai pengawasnya.

Pada 1986, jalur kereta api yang melayani Kemijen hingga Rembang ditutup karena kondisi prasarana yang tua. Selain itu, banyaknya penumpang gelap membuat Perusahaan Djawatan Kereta Api (PJKA) kehilangan pendapatan, serta kalah bersaing dengan mobil pribadi dan angkutan umum.

Walaupun demikian, terdapat foto koleksi de Jong dalam buku Spoorwegstations op Java yang diterbitkan pada1993 menampilkan stasiun yang masih menampakkan atap dan jalur-jalurnya yang sudah mangkrak pada 1990. Jalur tersebut kemungkinan dibongkar pada 1996.

Bangunan stasiun ini menggunakan gaya arsitektur bergaya Hindia Baru (bahasa Belanda: Nieuwe Indische Bouwstijl) dengan atap yang diekspos sedemikian rupa sehingga menambah artistik bangunan. Sebagai stasiun besar, kegiatan pengangkutan barang dan penumpang di perkotaan Demak dipusatkan di stasiun ini.

Berdasarkan cetak biru di zaman Belanda, Stasiun Demak dahulu memiliki 7 jalur dengan jalur 2 sebagai sepur lurus arah Semarang maupun Kudus, jalur 3 sebagai sepur lurus percabangan menuju Purwodadi, 1 peron sisi dan 3 peron pulau. 

Dari jalur 1 terdapat sebuah sepur belok untuk bongkar muat barang dan sebuah sepur badug menuju gudang. Stasiun ini dilengkapi dengan kanopi yang menaungi 3 peron pulau, depot lokomotif, menara air, dan sebuah gudang. Atap kanopi stasiun ini memiliki panjang 120 meter dan tinggi 7,5 meter. (*)

Tombol Google News

Tags:

Stasiun Demak Tempo Dulu Jejak Sejarah Demak Belanda