KETIK, JAKARTA – Saat tiba momen Hari Raya Idul Fitri aneka hidangan kue kering biasanya akan berjejer menghiasi meja. Salah satu kue yang tidak boleh ketinggalan saat Hari Raya Idul Fitri adalah Kastengel.
Kue kering bercitarasa gurih asin ini selalu menjadi primadona disetiap momen lebaran bersama keluarga.
Dikutip dari Indonesian Chef Association, kastengel atau kaasstengels, berasal dari Bahasa Belanda, dari kata kaas (keju) dan stengels (batangan).
Kaastengels juga bisa diartikan sebagai cheese fingers yang berasal dari kata kaas (keju) dan tengels (jari).
Kue ini sudah ada sejak jaman penjajahan belanda, dan pada jaman dahulu selalu disajikan untuk kalangan pejabat dan dan pegawai Belanda yang mempunyai istri seorang pribumi.
Lama kelamaan terjadi proses akulturasi kuliner Belanda dan juga Indonesia. Di Belanda, kastengel harus menggunakan keju tua.
Keju tua bertekstur kering karena kandungan airnya sedikit, sehingga tidak memengaruhi tekstur kue saat digunakan.
Sebenarnya, panjang kue kastengel asli mencapai 30 sentimeter, seperti baguette alias roti Prancis, disantap dengan sup atau salad.
Akan tetapi pada jaman dahulu di Indonesia cukup sulit untuk menemukan oven yang berukuran besar, hingga akhirnya kastengel dibuat dengan ukuran yang lebih kecil sekitar 3-4 cm dan lebar 1 cm.
Karena terbuat dari bahan keju yang mahal, dahulu kastengel pernah menjadi pengganti mata uang di Belanda, tepatnya di kota Krabbedijke, di mana jual beli barang dilakukan dengan cara barter menggunakan kastengel.
Dalam proses pembuatan kastengel asli, hidangan ini menggunakan keju edam yang bentuknya seperti buah apel, bulat dan berwarna merah di luar.
Keju ini dipilih karena memiliki aroma kuat dan tekstur keras yang membuat kastengel jadi renyah.
Akan tetapi jika anda tidak menemukan keju edam, sebagai alternatif keju cheddar juga bisa digunakan untuk membuat kastengel. Keju cheddar yang teksturnya lembut ini hanya perlu kita keringkan hingga teksturnya jadi kering seperti keju edam.(*)
