KETIK, YOGYAKARTA – Derana Short Film karya beberapa siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta berhasil meraih Juara 1 Short Film Competition Tingkat Nasional tahun 2024 gelaran Tim Kerja Penegak Pandega Majelis Pendidikan Khatolik (TKPP MPK) Keuskupan Agung Semarang.
Lomba Short Film Competition tingkat Nasional tersebut bertemakan "Menemukan suara generasi muda dalam menghadapi permasalahan sosial". Sedangkan pengumuman pemenang lomba telah dilaksanakan tanggal 27 Juli 2024.
Penulis, Produser sekaligus Pengarah Akting Derana Short Film, Abia Sulaiman Asliansyah dalam keterangannya pada Ketik.co.id, Rabu (31/7/2024) menyampaikan. Tim Derana Short Film terdiri dari 9 orang personil.
Mereka adalah: Putra Adriel Alexandro - Penulis, Sutradara, Pengarah Akting, Artistik dan Editor; Abia Sulaiman Asliansyah - Penulis, Produser dan Pengarah Akting; Fazazka Rambu Javae - Aktor; Matheas Rapha Pradana - Aktor; Rafi Fauzanulhaq-Aktor; Yohanes Didit Novenanta - Aktor; Zefanya Tera Saripurnawan - Penata Kamera & Perekam Audio; Maximillian Russell Tjoanda - Penata Kamera & Perekam AudioAudio.
Tim Derana Short Film terdiri dari 9 orang personil. Mereka adalah: Putra Adriel Alexandro, Abia Sulaiman Asliansyah, Fazazka Rambu Javae, Matheas Rapha Pradana, Rafi Fauzanulhaq, Yohanes Didit Novenanta, Zefanya Tera Saripurnawan, Maximillian Russell Tjoanda. Serta Elisha Thessalonika. (Foto: Koleksi Abia/Ketik.co.id)
Mereka semua merupakan siswa kelas XII Bahasa Budaya SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Serta yang terakhir Elisha Thessalonika, siswi SMA Bopkri Satu (Bosa) Yogyakarta - Aktris.
Abia Sulaiman Asliansyah mengungkapkan Tim Derana Short Film tertarik mengangkat subtema tentang kekerasan seksual (verbal & nonVerbal). Sebab persoalan ini merupakan salah satu masalah sosial yang sangat memprihatinkan bagi negara Indonesia yang dapat berdampak pada kesehatan fisik dan mental generasi muda.
Lebih jauh ia sebutkan, Film Pendek berdurasi 10 menit 59 detik ini menceritakan tentang perjalanan hidup seorang anak lelaki introvert bernama Lingga. Ia memiliki ibu seorang penari Lengger, pekerja seni yang mencintai profesinya. Ibu Lingga wafat sebagai korban penculikan dan pemerkosaan.
Nah, pasca musibah tersebut Lingga mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) dan tidak dapat berbicara. Lingga dicap banci oleh teman-temannya yang masih menganggap laki-laki menari sebagai hal yang melanggar norma.
Penari pria seringkali mengalami stigmatisasi yang mengganggu. Karena stereotip gender berupa anggapan bahwa penari pria tidak maskulin dan tidak cocok dengan status "laki-laki" lantaran pakaian penari lengger yang feminim dan gerakan tari yang "lembut".
Perjalanan Lingga mengejar cita-cita sekaligus melestarikan budaya sebagai penari Lengger membawa makna bahwa keteguhan hati, keyakinan dan kesabaran nya membawa sesuatu yang luar biasa di masa depan dan lenyaplah semua pedih rasa sakitnya di masa lalu.
"Derana Short film bisa disaksikan di YouTube pada link ini. Film ini berisi pesan moral agar kita berbicara dengan hati bukan dengan kebencian," jelasnya.
Di akhir keterangannya Abia Sulaiman Asliansyah menambahkan, kita sadar bahwa setiap orang punya perjuangan tersendiri dan tak layak untuk dihakimi. Untuk itu ia berharap pesan yang di tuangkan lewat karya film tersebut dapat tersampaikan ke masyarakat sebagai bentuk suara generasi muda untuk permasalahan sosial. (*)