KETIK, SURABAYA – Muhammad Alif Satria Dirgantara, salah satu dalang cilik kebanggaan Kota Surabaya yang prestasinya melesat di bidang seni budaya.
Alif begitu mencintai kesenian wayang hingga akhir hayatnya. Darah seni dari keluarga mengalir deras dalam dirinya. Kecintaan terhadap wayang berhasil membuat Alif mencetak prestasi gemilang baik tingkat provinsi hingga nasional.
Bagaimana sosok Alif semasa hidupnya yang sukses menjadi dalang cilik terbaik tingkat nasional ini?
Cinta Wayang Berkat Sang Kakek
Rasa cinta pada wayang muncul dalam benak Alif sejak usianya masih sangat belia. Menurut keterangan sang ayah, Supriyadi, anak pertamanya ini mulai tertarik dengan wayang sejak berusia 3 tahun. Usia bocah yang masih belum menginjak bangku sekolah Taman Kanak-Kanak (TK).
Semua berawal dari pertemuannya dengan Majalah Jaya Baya. Sebuah majalah tentang bahasa, budaya dan sastra Jawa yang diberikan sang kakek, Alm Sudarno, seorang dalang di daerah Trenggalek.
"Dulu itu ada Majalah Jaya Baya, langganan Mbah Kungnya. Kan ada gambar wayang-wayang. Itu yang bikin anak saya tertarik," kata Supriyadi ketika ditemui Ketik.co.id, Kamis, 7 November 2024.
Alif piawai bermain wayang sejak kecil dalam sebuah potongan video (Foto: Supriyadi for Ketik.co.id)
Alif kecil sangat tertarik dengan majalah berbahasa Jawa tersebut. Saking sukanya, dia bisa membaca dan memahami isi Majalah Jaya Baya saat duduk di bangku TK A.
Dia suka belajar membaca Bahasa Jawa dari majalah itu bersama ayahnya.
“Tiap pulang kerja saya ajari baca itu, senang dia,” kata Supriyadi.
Kemampuan Alif menyerap bacaan sangat cepat. Bahkan, saat duduk di bangku sekolah TK B, dirinya sudah bisa membaca koran.
Saat Ketik.co.id berkunjung ke kediaman mendiang Alif, Supriyadi pun sempat menunjukkan koleksi buku-buku favorit anaknya.
Ada buku kumpulan anekdot cerdas KH. Abdurrahman Wahid berjudul Gus Dur Hanya Kalah dengan Orang Madura karya M. Mas’ud Adnan, Sejuta Hati untuk Gus Dur karya Damien Dematra hingga buku Kumpulan Doa Ziarah Wali Songo.
Dari sinilah asal muasal kemampuan luar biasa dari Alif muncul. Tak heran, jiwa sang dalang terpatri dalam diri pemuda yang sangat mengidolakan dalang senior Ki Sukron Suwondo ini.
“Rata-rata dalang itu sekolahnya peringkat satu sampai the best ten. Literasinya kuat, kebanyakan berprestasi, memang itu diakui. Kan dalang itu dilihat betul mulai dia bicara, ngikutin musik, menghafal,” terang sang ayah.
Dalam sebuah wawancara di acara Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda Tingkat Nasional di Jakarta tahun 2018, Alif pun pernah membeberkan alasan mengapa dirinya menyukai wayang.
Katanya, wayang itu asik. “Bisa main dari dalam hati,” ungkap Alif yang pada saat itu masih berusia 15 tahun.
Aktif dan Tidak Pernah Mengeluh
Tak hanya kedua orang tuanya. Di lingkungan Sanggar Baladewa tempat Alif belajar wayang, dia terkenal sebagai sosok yang aktif dan sangat suka menonton wayang sejak kecil.
Kasie Penyajian Seni dan Budaya UPT Taman Budaya Jawa Timur, Hario Widyoseno menceritakan, semasa kecil Alif sangat antusias melihat pertunjukan wayang seharian penuh.
“Dia sering nonton wayang, datang mulai pagi sampai pagi lagi baru mau pulang. Jadi mulai pendopo bersih belum ada apa-apa, Alif itu sudah datang,” kenang Ketua Sanggar Baladewa ini saat ditemui Ketik.co.id, 8 November 2024 di Pendopo UPT Taman Budaya Provinsi Jawa Timur.
Tidak hanya sekadar menonton, Alif sangat suka memegang dan memainkan wayang. Hingga akhirnya, siswa jurusan Seni Pedalangan SMKN 12 Surabaya ini bergabung di Sanggar Baladewa.
“Saya pertama bertemu dia itu kira-kira tahun 2005, belum ada Sanggar Baladewa, tapi kami sudah latihan sama anak-anak. Resminya tahun 2010,” katanya.
Rio mengatakan bahwa semasa hidupnya Alif suka memainkan lakon-lakon sabet yang atraktif. Kemampuannya memainkan lakon ini sangat luar biasa, sampai-sampai Rio tidak menyangka muridnya bisa melakukan itu.
Alif juga dikenal sebagai sosok yang sangat dekat dengan teman-temannya di Sanggar Baladewa. Tidak hanya secara fisik karena sering bertemu, tapi juga secara emosional.
“Sangat antusias anaknya. Latihan pun dia nggak itung-itung, nggak pernah merasa capek latihan wayang dan karawitan. Nggak ada rasa ngeluh, itu nggak ada. Daya tangkapnya juga cepet, responnya bisa dibilang nggak ada delay,” katanya.
Selain menjadi dalang, kemampuan Alif merambah kesenian lainnya. Pemuda yang bercita-cita menjadi guru dalang itu juga jago memainkan alat musik kendang. Kepiawaiannya ini sangat diakui Rio.
“Bisa dibilang dia punya spesialisasi bermain kendang di Sanggar Baladewa,” bebernya.
Kepandaian dan semangat Alif inilah yang membuat kepergiannya begitu dikenang. Putra dari pasangan Supriyadi dan Triwik Puji Utami ini menghembuskan nafas terakhirnya 2 September 2020 di usianya yang ke-17 tahun.
Menurun ke Adik
Kecintaan Alif terhadap kesenian daerah menurun ke adiknya, Aisyah Asy Syifa Ust Tsani. Gadis berusia 15 tahun ini meneruskan perjuangan Alif melestarikan kesenian wayang dengan menjadi sinden sejak kecil.
Aisyah mengaku ketertarikannya terhadap kesenian daerah berkat kakaknya, Alif Satria.
“Pertama kali karena liat kakak pas waktu latihan wayang. Itu bagus, jadi tertarik. Terus ayah bilang nggak papa ikut, akhirnya ikut,” ucapnya pada Ketik.co.id.
Setelah mencoba beberapa bagian, Aisyah menjatuhkan hati pada sinden. Baginya, sinden lebih menarik dan mudah ketimbang bermain gamelan. Selain Surabaya, dia sudah tampil di berbagai kota, seperti Kediri, Solo, Jakarta dan Yogyakarta bersama grup wayangnya
(dua dari kanan) Aisyah, adik Alif penyinden cilik ketika ditemui seusai tampil di Pekan Wayang Jawa Timur, Jumat, 8 November 2024 (Foto: Fatimah/Ketik.co.id)
Sama seperti Alif, Aisyah menyabet banyak juara di pertunjukan wayang. Salah satunya menjadi Penyaji Lakon Terbaik Tingkat Nasional, mendapat Piagam Penghargaan dari Gubernur Jawa Timur sebagai 5 Grup Dalang Bocah Terbaik dan lain-lain.
Dia pun berpesan kesenian daerah seperti wayang harus terus dilestarikan oleh generasi muda. Oleh karena itu, jangan sampai kesenian ini berhenti dan tidak ada generasi penerusnya.
"Ke depan masih pengen terus nyinden. Soalnya di sini generasinya dikit, minat bakat wayang itu sedikit. Jadi biar nambah-nambah prestasi," ujarnya.