Protes Rakyat Indonesia Bergemuruh, Rizal Ramli : Wajar Ada Perlawanan

Jurnalis: Shinta Miranda
Editor: Moana

9 Februari 2023 14:33 9 Feb 2023 14:33

Thumbnail Protes Rakyat Indonesia Bergemuruh, Rizal Ramli : Wajar Ada Perlawanan Watermark Ketik
Pembacaan maklumat Protes Rakyat Indonesia (PRI) di Jakarta, Kamis (9/2/2023). (Foto: Dok. PRI)

KETIK, JAKARTA – Sejumlah aliansi masyarakat sipil satu suara membuat gerakan bernama Protes Rakyat Indonesia (PRI). Mereka menyampaikan sejumlah maklumat tuntutan di Jakarta.

Antara lain menggaungkan tagar Mosi Tidak Percaya, Reformasi Dikorupsi, Tolak Omnibus Law, Tolak Perpu Ciptaker dan Tolak Penundaan Pemilu.

Tokoh Nasional Dr Rizal Ramli mengatakan, bahwa kemunculan gerakan ini merupakan efek berkepanjangan dari kegagalan sistem pemerintahan.

Protes yang dilakukan oleh berbagai organisasi pro-demokrasi, mahasiswa, buruh dan banyak sekali LSM tersebut, kata Rizal, menunjukkan bahwa Indonesia memang sedang tidak baik-baik saja.

"Konstitusi dikhianati, sistem demokrasi dipreteli menjadi quasi-otoriter, korupsi dan nepotisme lebih ganas dari zaman Orba. Kerajaan keluarga Jokowi sedang dibangun. Wajar ada perlawanan dari berbagai kelompok masyarakat yang cinta Indonesia, cinta keadilan dan demokrasi untuk kemakmuran rakyat dan bangsa kita," terang Rizal Ramli, Kamis (9/2/2023).

Berdasarkan pantauan, Gerakan Protes Rakyat Indonesia berhasil mengumpulkan lebih dari 66 organisasi dan disinyalir akan terus meluas.

Mereka menyuarakan empat tuntutan. Yaitu mendesak pemerintah menarik UU KPK hasil revisi dan mengembalikan pada UU KPK sebelumnya.

Kemudian, mendesak pemerintah menghentikan segala bentuk represi negara melalui aparat terhadap masyarakat sipil yang memperjuangkan hak-haknya serta membebaskan semua tahanan akibat pengadilan yang tidak adil.

Ketiga adalah mendesak pemerintah meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan menghentikan kebijakan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan mencabut aturan penghambat kesejahteraan itu sendiri serta keempat, mendesak pemerintah menyingkirkan kelompok elite oligarki.

Berikut isi lengkap Maklumat Protes Rakyat Indonesia:

Di ujung tahun 2022, yaitu pada 30 Desember 2022, secara tiba-tiba Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) No. 2 Tahun 2022 tentang UU Cipta Kerja yang dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi pada 25 November 2021 melalui Putusan No. 91/PUU-XVIII/2020.

Penerbitan PERPPU ini jelas bentuk pembangkangan, pengkhianatan atau kudeta terhadap Konstitusi RI, dan merupakan gejala yang makin menunjukkan otoritarianisme pemerintahan.

Gejala otorianisme pemerintahan ini penting dibaca dari rangkaian Panjang dan konsisten yang membuat rakyat semakin khawatir.

1. Perjuangan reformasi yang merupakan puncak dari rangkaian panjang perjuangan masyarakat sipil termasuk gerakan mahasiswa, buruh, tani, telah menghasilkan suatu konsensus nasional yang amat penting dalam berbagai bidang.

Di antara yang paling mengemuka dalam konsensus itu adalah perlunya menghapuskan segala bentuk KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), memberikan jaminan lebih terhadap Hak Asasi Manusia, menerapkan demokrasi yang lebih partisipatif dan pemerataan dalam bidang ekonomi.

Namun setelah hampir seperempat abad berjalan, cita-cita reformasi itu tidak kunjung terwujud malah sebaliknya semakin menjauh dari harapan atau dengan kata lain seperti apa yang digelorakan gerakan mahasiswa pada 2019 yaitu #ReformasiDikorupsi.

2. Penyelewengan dalam bidang Pemberantasan KKN dilakukan dengan cara revisi UU KPK yang melemahkan fungsi KPK, menyingkirkan pegawai-pegawai yang berani dan jujur, ajakan untuk tidak lagi melakukan OTT (Operasi Tangkap Tangan) dan membiarkan penyelewengan kepala desa agar tidak ditindak oleh kejaksaan, pemanfaatan jabatan publik untuk kepentingan pribadi, keluarga dan kerabat demi membangun “Kerajaan Keluarga” serta penempatan pejabat publik bukan atas dasar meritokrasi tetapi berdasar suka dan tidak suka (like and dislike) sehingga menyebabkan jumlah pelaku korupsi terus bertambah dengan kerugian negara yang semakin parah.

3. Penyelewengan dalam bidang demokrasi dilakukan dengan memasung kebebasan pers, penerapan pasal-pasal pidana yang menghambat kebebasan berpendapat, melemahnya kedaulatan rakyat di satu sisi dan semakin menguatnya kedaulatan penguasa dan partai politik pada sisi lainnya.

Dengan begitu, penguasa dan partai politik melalui DPR bisa leluasa membuat peraturan perundang-undangan dan menempatkan pejabat publik di lembaga-lembaga negara seperti MK, BPK, MA, KPU dan sebagainya.

Akibatnya, lembaga-lembaga negara itu kerap melahirkan peraturan perundang-undangan yang nyata-nyata anti demokrasi seperti UU KUHP yang mengekang kebebasan sipil, UU Pemilu dengan Ambang Batas Pilpres 20% dan Parlemen 4%.

UU Ormas yang mengijinkan pemerintah dengan mudah membubarkan suatu Ormas dan yang sedang dikampanyekan saat ini adalah ide penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden/wakil presiden hingga 3 periode.

4. Penyelewengan dalam bidang pemerataan ekonomi ditunjukan dengan perbandingan kekayaan 1% penduduk terkaya di Indonesia yang hampir sama dengan kekayaan 50% rakyat Indonesia lainnya dan fenomena ini bisa dibuktikan dengan adanya 68% rakyat Indonesia kekurangan gizi harian termasuk terdapat lebih dari 21% anak-anak kerdil atau stunting akibat kurang gizi.

Produk peraturan perundang-undangan yang akan semakin meningkatkan kesenjangan sosial ini di antaranya adalah Omnibus Law UU/PERPPU Cipta Kerja, UU Minerba yang mengijinkan pengerukan kekayaan negara untuk kepentingan pribadi dan juga rancangan UU Pertanahan yang semakin menjauhkan rakyat dari penguasaan atas tanah. Perampasan ruang hidup dan kerusakan lingkungan semakin tidak terkendali.

5. Pembatasan kebebasan berekspresi terutama kebebasan akademik. Pasca pengesahan KUHP dan belum disahkannya revisi UU ITE yg diusulkan PAKU ITE memperparah tiadanya jaminan bagi kebebasan berekspresi di ruang publik.

Pemutusan akses internet, penangkapan demonstran, dsb tidak berujung pada proses hukum yang adil.

6. Penghidupan yang layak bagi rakyat sebagaimana dijamin Pembukaan dan UUD 1945, hari ini semakin jauh dari "tugas" negara semestinya. Kesenjangan ekonomi meluas, dan kemiskinan bertambah serta perlindungan sosial yang belum berorientasi kerakyatan.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai garis kemiskinan (GK) pada September 2022 naik sebesar 5,95% dibandingkan Maret 2022, dari semula Rp 505.469 menjadi sebesar Rp 535.547 per kapita per bulan. Sedangkan jika dibandingkan September 2021, terjadi kenaikan sebesar 10,16%.

Kenaikan ini menjadi yang tertinggi dalam 9 tahun terakhir. Peningkatan garis kemiskinan di September 2022 sebesar 5,95%, ini merupakan peningkatan tertinggi dalam 9 tahun terakhir tepatnya sejak September 2013. Saat itu GK naik 6,84% pasca kenaikan harga BBM.

Pasalnya, pemerintah memberlakukan penyesuaian harga BBM pada bulan September 2022 yang mana hal ini berdampak pada kenaikan harga komoditas yang paling banyak dikonsumsi masyarakat miskin Indonesia.

7. Bahwa kekacauan dalam kehidupan berbangsa di berbagai bidang ini tidak lain dan tidak bukan adalah karena produk-produk peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh penguasa dan kekuatan politik partisan telah melanggar Pancasila dan UUD 1945.

Hal ini terjadi karena adanya desakan Kelompok Oligarki yang dengan kekuatan uang besar dan modalnya mampu mendikte dan mengendalikan kekuasan eksekutif, legislatif dan yudikatif bahkan media massa.

Dengan mengamati berbagai permasalahan tersebut, maka Protes Rakyat Indonesia yang merupakan gabungan dari berbagai kelompok masyarakat sipil memaklumatkan hal-hal sebagai-berikut:

1. Hapuskan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) melalui Penarikan UU KPK hasil revisi dan mengembalikan pada UU KPK sebelumnya dan sekaligus memperkuat kelembagaan KPK hingga ke daerah-daerah untuk pengawasan dan penindakan, serta beri hukuman seberat-beratnya bagi pelaku KKN tanpa pandang bulu.

2.Hentikan segala bentuk represi negara melalui aparat terhadap masyarakat sipil yang memperjuangkan hak-haknya serta bebaskan semua tahanan akibat pengadilan yang tidak adil (unfair trial), cabut dan ganti semua produk hukum yang menghambat partisipasi publik dalam demokrasi seperti UUCK beserta PERPU CK, UU KUHP, UU Pemilu termasuk ketentuan ambang batas 20% untuk Pilpres dan ambang batas 4% untuk parlemen, UU yang terkait dengan pengisian jabatan publik yang tidak adil serta menolak gagasan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi 3 periode karena hal itu bertentangan dengan filosofi demokrasi yaitu menghindari penyalahgunaan kekuasaan dengan memastikan adanya sirkulasi kekuasaan dalam waktu terbatas.

3. Tingkatkan kesejahteraan rakyat dengan menghentikan kebijakan Proyek Strategis Nasional dan cabut aturan penghambat kesejahteraan itu sendiri. Seperti UU/PERPPU Cipta Kerja, UU Minerba yang mengijinkan pengerukan kekayaan negara untuk kepentingan pribadi atau oligarki. Serta batalkan Rancangan UU Pertanahan, kebijakan bank tanah, dan eksploitasi SDA yang semakin menjauhkan rakyat dari penguasaan atas tanah.

4. Singkirkan kelompok oligarki, elit politik, Intelektual yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat dan antek-anteknya yang telah menyebabkan semua kekacauan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta adili mereka atas kejahatan ekonomi yang telah dilakukannya selama ini.

Maklumat ini ditandatangani total 66 orgnisasi. Di antaranya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Kontras, Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), GreenPeace, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), KSPN, KBMI, KSPSI, PPMI, Sekber Perempuan, FSPMI SPSI (Maritim), Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), FSP PAREKRAF SPSI, Bangsa Mahasiswa, BEM UI, BEM UIN Jakarta, BEM STHI Jentera.(*)

Tombol Google News

Tags:

Protes Rakyat Indonesia Rizal Ramli