Pidana Mati di Indonesia Pasca KUHP Terbaru dalam Bingkai HAM

Editor: Naufal Ardiansyah

20 Oktober 2023 23:34 20 Okt 2023 23:34

Thumbnail Pidana Mati di Indonesia Pasca KUHP Terbaru dalam Bingkai HAM Watermark Ketik
Oleh: Sasi Kirana Zahrani*

Hukum adalah suatu hal yang sangat dekat dengan kehidupan. Seperti layaknya hukum alam yang menjadi sebuah tolak ukur dari kehidupan seseorang. Namun dalam kehidupan sosial masyarakat seperti kenegaraan, hukum menjadi suatu hal yang lebih penting. Seperti layaknya hukum yang dapat diartikan sebagai seperangkat aturan yang mengatur mengenai tata cara berperilaku dalam kehidupan sosial masyarakat mengenai perintah maupun larangan serta sanksi-sanksi.

Indonesia sendiri merupakan sebuah negara hukum sehingga dalam hal ini hadirnya hukum memiliki peran yang sangat penting. Lalu bagaimana tentang hukum yang ada di negara Indonesia?

Indonesia merupakan sebuah negara yang memahami dan mengadopsi beberapa jenis hukum termasuk dengan sanksinya. Salah satu sanksi yang ada di Indonesia adalah pidana.

Pidana merupakan sebuah kondisi di mana seseorang harus mempertanggungjawabkan sesuatu berdasarkan hukum atas apa yang telah dilakukan karena memberikan kerugian bagi orang lain.

Polemik mengenai hadirnya pertentangan dan dukungan terhadap salah satu bentuk dari hukum pidana di Indonesia belum selesai. Masalah ini mengenai hadirnya sebuah pidana mati atau hukuman mati yang banyak dikecam oleh negara-negara lain di dunia.

Lalu, apakah benar bahwa hadirnya hukuman mati tidak layak untuk diterapkan dan diteruskan dalam kondisi masyarakat Indonesia saat ini? Perlu diingat bahwa masalah yang diangkat dalam hal ini merujuk kepada kecaman dari negara-negara di dunia khususnya negara maju akan hadirnya hak asasi manusia yang ditindas.

Artikel ini ditulis dengan tujuan untuk mencoba menjawab mengenai bagaimana konsep pidana mati di Indonesia pasca hadirnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang terbaru. Di mana dalam hal ini akan lebih condong untuk melihat apakah pidana mati yang ada saat ini seolah telah menjawab masalah mengenai hak asasi manusia.

Hukuman mati ataupun pidana mati merupakan sebuah kondisi di mana seseorang harus diakhiri hidupnya karena telah melakukan sebuah kesalahan oleh pihak yang berwenang. Hukuman mati juga dapat diartikan sebagai sebuah kebijakan hukum yang melegalkan suatu negara atau sistem hukum untuk menjatuhkan hukuman yang bersifat membunuh ataupun mematikan seseorang dalam artian mengakhiri hidupnya untuk pelaku tindak kejahatan serius. Pidana mati sendiri dilakukan dengan cara menembak terpidana sampai mati oleh regu tembak ataupun dengan cara lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hukuman pidana yang paling umum terjadi di Indonesia sendiri adalah hukum tembak Di mana para terpidana biasanya ditembak mati oleh pihak yang berwenang. Dari segi regulasinya, seorang terpidana mati ketika putusan sudah bersifat final maka tidak ada lagi masa percobaan.

Sebab menurut ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang lama, tidak ada sebuah hal yang berbasis kepada percobaan ataupun sesuatu yang dapat meringankan setelah adanya tingkatan tertinggi dari sebuah upaya hukum.

Perubahan mengenai hadirnya hukuman mati ini muncul karena Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru menyampaikan hal yang berbeda. Menurut pasal 100 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwasannya terpidana mati dapat dianulir sepanjang berkelakuan baik dalam masa tunggu selama 10 tahun. Sehingga dalam artian ini bisa dikatakan bahwasanya seorang terpidana mati harus mengalami atau menjalankan masa percobaan untuk kelakuan baik selama 10 tahun. Maupun nantinya ketika terpidana mati ini berkelakuan baik dan setelah putusan mendapat keringanan maka gagal ataupun batal diberikan hukuman mati.

Hukuman mati dalam pemahaman menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana hanya akan diberikan kepada mereka yang benar-benar bersalah dan tidak ada gelagat baik untuk berubah. Sehingga dalam hal ini bisa diartikan bahwa setelah 10 tahun menjalani masa percobaan maka akan muncul peradilan kedua yang memutus apakah tetap dilaksanakan hukuman mati atau diubah menjadi pidana penjara kurungan selama seumur hidup.

Tentunya hal ini menimbulkan berbagai polemik dan pertentangan di tengah masyarakat. Namun dalam hal ini juga menimbulkan sebuah pertanyaan apakah benar hal ini telah menyelesaikan masalah mengenai hadirnya kecaman tentang hak asasi manusia mengenai hukuman mati? Sebab di beberapa negara maju hukuman mati sudah tidak diperbolehkan mengingat adanya hak asasi manusia.

Hak asasi manusia dapat diartikan sebagai sebuah hak yang ada dan dimiliki oleh seseorang sepanjang mereka hidup sesuai dengan hak mereka selayaknya manusia yang diciptakan oleh Tuhan. Hak asasi manusia juga dapat diartikan sebagai sebuah konsep hukum dan normatif yang menyatakan bahwa manusia memiliki hak yang melekat pada dirinya sejak dilahirkan karena ia merupakan seorang manusia dan untuk diperlakukan selayaknya manusia termasuk untuk mempertahankan hidupnya.

Kecaman mengenai hadirnya hak asasi manusia dalam hal hukuman pidana mati banyak dilontarkan oleh negara-negara besar dan maju seperti layaknya Amerika Serikat, dan berbagai negara Eropa seperti San Marino. Di mana penghapusan ini ditujukan karena adanya pandangan bahwa hukuman mati seolah telah mengakhiri hidup seseorang padahal tidak ada yang berhak untuk melakukan hal tersebut.

Berdasar apa yang ada dan dibuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru di Indonesia dapat dikatakan bahwa ini merupakan sebuah upaya untuk menjawab masalah tersebut. Pada beberapa keadaan memang tidak bisa dipungkiri bahwasanya kehadiran dari pihak-pihak ataupun orang-orang yang jahat dan berkelakuan tidak baik atau menyimpang meresahkan masyarakat. Untuk itu maka berdasarkan hal ini hadirnya peraturan baru ini seolah telah menyelesaikan masalah tersebut, karena seseorang memang berhak untuk diberikan kesempatan kedua dalam kehidupan mereka agar bisa berubah menjadi lebih baik seperti layaknya para pelaku kejahatan tersebut.

Namun di satu sisi ketika mereka memang sudah tidak bisa diberikan kesempatan dan dalam suatu kasus tersebut memang sudah dianggap sangat meresahkan di tengah masyarakat maka hukuman mati adalah sebuah langkah yang dapat diambil mengingat keamanan masyarakat juga menjadi prioritas utama. Walaupun dalam bingkai hak asasi manusia menganggap bahwa tetap ada hukuman mati merupakan sebuah bentuk pertentangan namun dengan adanya upaya untuk memberikan masa percobaan tampaknya sudah menjadi sebuah hal yang bersifat meredakan adanya pertentangan namun juga menjawab persoalan terhadap mereka yang meresahkan.

 

*) Oleh: Sasi Kirana Zahrani, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id

****) Ketentuan pengiriman naskah opini:

  • Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
  • Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
  • Panjang naskah maksimal 800 kata
  • Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
  • Hak muat redaksi

Tombol Google News

Tags:

Sasi Kirana Zahrani KHUP Fakultas Hukum UB Universitas Brawijaya HAM