Cegah Stunting, Netty Heryawan Beberkan Empat Syarat Keluarga Berkualitas

Jurnalis: Iwa AS
Editor: Akhmad Sugriwa

22 Juni 2024 13:22 22 Jun 2024 13:22

Thumbnail Cegah Stunting, Netty Heryawan Beberkan Empat Syarat Keluarga Berkualitas Watermark Ketik
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Heryawan saat Promosi dan KIE Program Percepatan Penurunan Stunting di Kec Ngamprah, Kab Bandung Barat, Jumat (21/6/24). (Foto: Iwa/Ketik.co.id)

KETIK, BANDUNG BARAT – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Heryawan mengajak warga di Kabupaten Bandung Barat (KBB) untuk bersama-sama mencegah stunting. Upaya ini bisa dilakukan dengan cara membangun keluarga berkualitas.

Demikian diungkapkan Netty saat menjadi narasumber kegiatan Promosi dan KIE Program Percepatan Penurunan Stunting di Wilayah Khusus di Kelurahan Tanimulya, Kecamatan Ngamprah, KBB, Jumat (21/6/2024). 

Netty bilang potensi kelahiran bayi stunting bisa dihindari manakala setiap keluarga menjalankan empat syarat utama terwujudnya keluarga berkualitas. 

Kita semua adalah produk keluarga, kata Netty. Apa yang ditanamkan di keluarga sedikit banyak berpengaruh pada cara berpikir kita. Makanya kalau kita ingin anak kita saleh, berarti siapa yang harus terlebih dahulu saleh? Siapa yang terlebih dahulu mencari nafkah yang halal, siapa yang harus terlebih dahulu menghindari anak dari kekerasan atau narkoba? 

"Jawabannya adalah keluarga! Kuncinya adalah keluarga. Karena itu, saya ingin berpesan, ‘Ayo kita bangun keluarga yang berkualitas! Ayo bangun KB. KB-nya bukan hanya keluarga berencana, tapi juga keluarga berkualitas,” tandas Netty. 

Netty lantas merinci empat syarat utama untuk mewujudkan keluarga berkualitas. Pertama, punya visi yang benar. Visi yang benar itu adalah menikah untuk ibadah. Menikah adalah upaya membahagiakan istri, membahagian anak.

“Bukan gak apa-apa sekarang nikah, nanti setelah ‘turun mesin’ 2-3 kali kita ceraikan saja. Nyari daun muda. Itu parah. Itu visi keluarga yang parah. Itu gak benar!” tegas Netty. 

Syarat kedua adalah perencanaan keluarga. Perencanaan setidaknya dalam merencanakan usia pada saat menikah. Penting bagi para remaja untuk memahami untuk merencanakan menikah pada usia aman dan tepat. Laki-laki menikah pada usia sekurang-kurangnya 25 tahun dan perempuan pada usia sekurangnya 21 tahun. 

“Makanya wajar pernikahan pada usia yang yang tidak aman dan tidak tepat akan melahirkan bayi yang stunting," kata Netty.

Jadi, minimal perencanaan itu pada aspek usia. Anak perempuan diharapkan sudah lulus sekolah, laki-laki sudah punya pekerjaan. Makanya, perencanaan ekonomi harus dilakukan. Makanya seperti kata BKKBN, berencana itu keren!” sambungnya.

Syarat ketiga adalah ketahanan keluarga. Keluarga harus punya daya tahan. Saat rejeki suami lagi surut, lagi kurang, istri menguatkan, mendoakan. Harus punya ketahanan keluarga. Ketahanan keluarga dimulai dari ketahanan fisik. Ada tempat di mana ada tempat berteduh, terbebas dari panas, dari hujan. Itulah ketahanan dalam dimensi fisik. 

Ketahanan psikologis sama pentingnya. Wakil rakyat daerah pemilihan Cirebon dan Indramayu ini mengingatkan bahwa setiap anak itu unik. Orang tua tidak boleh memperlakukan anak secara seragam. 

“Terakhir adalah ketahanan sosial. Kita harus menjadi masyarakat yang guyub karena tetangga kita adalah keluarga kitta," ujar Netty. 

Syarat terakhir adalah pengasuhan benar dan tepat. Makanya harus menjadi pegangan bahwa membangun keluarga berkualitas harus dimulai dari visi yang benar. Direncanakan dengan benar. Lalu memiliki ketahanan keluarga. Terakhir, pengasuhan yang benar dan tepat,” pungkas Netty. 

100% Hadir Posyandu 

Di tempat yang sama, Sekretaris Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Barat Kukuh Dwi Setiawan mengajak keluarga di KBB untuk secara aktif memanfaatkan fasilitas layanan publik dalam upaya mencegah stunting. 

Salah satunya dalam rangka Gerakan Serentak Pencegahan Stunting melalui pemeriksaan di pos pelayanan terpadu (Posyandu). 

“Ada salah satu masalah di KBB saat ini adalah rendahnya kehadiran di posyandu," ungkap Kukuh. 

Sampai saat ini di KBB baru 59 persen ibu hamil, baduta, dan balita yang hadir dan diperiksa di posyandu. Pihaknya berharap pada Juni ini seluruh ibu hamil, baduta, dan balita untuk hadir di posyandu. 

"Ini penting agar data prevalensi stunting bisa diketahui secara akurat,” tandas Kukuh.

Kukuh menjelaskan bahwa posyandu merupakan layanan pertama dalam pencegahan stunting yang dapat diakses masyarakat. Jika di posyandu ditemukan masalah, selanjutnya bisa datang ke pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas). Sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama, puskesmas sudah dilengkapi dengan ahli gizi, bidan, dan dokter. 

Pemerintah sudah banyak menyediakan fasilitas pelayanan kepada masyarakat. Tidak kalah pentingnya adalah masyarakat berperan aktif untuk mengakses layanan di posyandu atau puskesmas. 

"Nanti kalau sudah datang ke posyandu kira-kira ada potensi permasalahan, nanti tim pendamping keluarga (TPK) akan merujuk ke fasilitas kesehatan dan memberikan pemahaman apa yang harus dilakukan,” terang Kukuh.

Di bagian lain Kukuh mengingatkan pentingnya penyediaan air bersih dan sanitasi yang sehat untuk mencegah stunting. Air merupakan sebagai sumber utama untuk mengolah aneka jenis makanan. Jika air tidak bersih atau tidak layak, itu jadi sumber stunting. 

“Terakhir mengenai sanitasi. Saya berharap di KBB tidak ada lagi yang buang air besar di lahan kosong atau di sungai. Saya berharap bisa dilakukan melalui jamban sehat. Air bersih dan sanitasi merupakan salah satu prasyarat anak-anak kita terbebas dari stunting,” tegas Kukuh. (*)

Tombol Google News

Tags:

DPR RI netty prasetyani Stunting BKKBN bkkbnn jabar