Status Risiko Balita Stunting di Jember Tertinggi Keempat se-Jatim

Jurnalis: Fenna Nurul
Editor: Mustopa

21 Mei 2024 10:50 21 Mei 2024 10:50

Thumbnail Status Risiko Balita Stunting di Jember Tertinggi Keempat se-Jatim Watermark Ketik
Ilustrasi balita (Foto: Unsplash.com)

KETIK, JEMBER – Kabupaten Jember menduduki peringkat keempat se-Jawa Timur terkait balita risiko stunting tertinggi pada tahun 2023. Hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) memaparkan jika prevalensi status gizi balita di Jember menyentuh angka 29,4 persen.

Angka tersebut jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan Kabupaten tetangga Bondowoso yang prevalensinya 17 persen dan Kabupaten Banyuwangi yang hanya 21,9 persen.

Peringkat pertama prevalensi status gizi balita dipegang Kabupaten Probolinggo sebesar 35,4 persen, Kota Probolinggo 31,8 persen, Kabupaten Lumajang 29,9 persen, kemudian keempat Jember.

Disusul Kabupaten Pasuruan 27,9 persen, Kabupaten Pamekasan 25,1 persen, dan Kota Batu 23,1 persen.

Kendati demikian, Wakil Bupati Jember, MB Firjaun Barlaman mengatakan angka ini sudah lebih baik. Mengingat angka balita berisiko stunting pada tahun sebelumnya menyentuh 34,9 persen.

“Kalau berdasarkan survei SKI, Jember turun 5,2 persen dan itu merupakan hal baik,” ungkapnya saat dikonfirmasi Selasa (21/5/2024).

Meskipun turun perlahan, hal itu dinilai logis sebab penurunan drastis justru menimbulkan tanda tanya para pemerhati kesehatan.

“Progres yang baik, karena kalau turunnya langsung drastis misalnya dari jumlah 1.000 terus tiba-tiba tinggal 100 kan ini enggak logis,” imbuh Gus Firjaun, sapaan akrabnya.

Terus terang Gus Firjaun mengaku memang terdapat beberapa kendala di lapangan. Terutama upaya percepatan penurunan risiko stunting di Jember.

Karena itu, diperlukan evaluasi terhadap program-program bantuan, seperti kolam lele dan ayam petelur yang tidak dimaksimalkan oleh penerima manfaat.

“Banyak bantuan itu sudah terlaksana tapi outputnya belum maksimal. Semisal dikasih bantuan kandang ayam petelur ternyata tidak dilanjutkan oleh penerima manfaat, etos kerjanya rendah sehingga dibiarkan terbengkalai,” urainya.

Terpisah, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Dinas Kesehatan Jember, Dwi Handarisasi menyebut hasil survei SKI ini masih harus menunggu konfirmasi dari pusat. Lantaran tidak menggambarkan data sesuai kerja yang dilakukan tiap bulan di tiap kecamatan.

“Jember memang turun dibanding tahun sebelumnya, tapi survei SKI harus dikonfirmasi sebab tidak menggambarkan timbangan tingkat kecamatan, hanya kabupaten dan wilayah saja,” ungkap Dwi.

Mengingat, kasus stunting harus dibedakan dengan stunted/pendek. Sejauh ini, hasil survei masih menghitung pendek saja, belum dipantau menyeluruh dan harus melibatkan spesialis di segala aspek.

Sehingga perlu konfirmasi dengan Kementerian Kesehatan, penerbit SKI untuk menyinkronkan dengan data real hasil timbang bulanan Dinkes setempat.

Dengan adanya hasil survei yang tinggi ini, pihak Dinkes perlu melakukan evaluasi terkait faktor-faktor penyebab risiko stunting.

“Akan menjadi wawasan mengingat banyak faktor penyebab tingginya risiko stunting. Data itu sebagai pembanding untuk meningkatkan kinerja untuk perbaikan,” pungkasnya.(*)

Tombol Google News

Tags:

Prevalensi status gizi balita resiko balita stunting Jember Dinas Kesehatan