Sisi Lain Nasib Guru SLB di Kota Surabaya

Jurnalis: Husni Habib
Editor: Muhammad Faizin

31 Mei 2024 13:30 31 Mei 2024 13:30

Thumbnail Sisi Lain Nasib Guru SLB di Kota Surabaya Watermark Ketik
Isrumella saat mengajar para siswa SLB. (Foto: Husni Habib/Ketik.co.id)

KETIK, SURABAYA – Sebagai ibu kota Jawa Timur dan kota terbesar ke dua di Indonesia, Surabaya merupakan kota yang memiliki banyak kemajuan dan fasilitas yang mumpuni bagi warganya. Akan tetapi dibalik gemerlapnya, Kota Surabaya bukan tanpa masalah.

Memasuki usia ke 731, Surabaya masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus di selesaikan. Salah satunya adalah sektor pendidikan, khususnya pendidikan luar biasa untuk anak berkebutuhan khusus.

Isrumella yang sudah menjadi guru Sekolah Luar Biasa sejak tahun 1996 bercerita jika saat ini masih banyak guru SLB khususnya yang non ASN atau guru yayasan yang memiliki penghasilan di bawah rata-rata.

Bahkan, dirinya melanjutkan jika saat ini masih banyak guru SLB yang digaji antara Rp 500 ribu hingga Rp 2 juta perbulan. Dengan gaji sekecil itu ditambah kehidupan yang serba mahal di kota besar, tentu tidak akan sanggup untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

"Kalau ASN sudah pasti lebih terjamin karena dibiayai pemerintah. Selain itu besaran gajinya juga mengikuti golongannya sama seperti ASN lain," jelas Isrumella kepada Ketik.co.id.

"Namun berbeda bagi guru yayasan, besaran gajinya ya tergantung dengan yayasannya. Banyak itu yang diluar digaji Rp 500 ribu sampai Rp 700 ribu per bulan," imbuhnya.

Para guru bernasib malang tersebut tentu harus memutar otak untuk bisa mendapatkan pemasukan tambahan demi mencukupi kebutuhannya. Banyak dari mereka yang mengambil jam tambahan untuk memberikan les kepada para siswa SLB.

Akan tetapi mengajar les demi tambahan uang juga tidak mudah. Seperti yang diketahui untuk mengajak siswa SLB membutuhkan tenaga dan kesabaran ekstra. Hal inilah yang membuat pekerjaan guru SLB terasa sulit.

"Banyak temen-temen itu yang mengajar les tambahan, karena kan anak disabilitas memang perlu ya pelajaran tambahan karena kondisi mereka," paparnya.

Menarik ke belakang, Isrumella menceritakan masa lalunya saat pertama kali menjadi guru pada tahun 1996. Pada saat itu dirinya hanya mendapatkan gaji Rp 72.500 sedang untuk uang kost sendiri sebesar Rp 90 ribu. 

Tentu saja jika hanya mengandalkan gaji untuk hidup tidak akan cukup. Oleh sebab itu dirinya mensiasatinya dengan memberikan les kepada siswa SLB yang membutuhkan terapi. Dan dari hal tersebut dirinya bisa mencukupi kebutuhannya.

"Dulu masih ingat sekali saya digaji hanya Rp 72.500 sedangkan uang kost saja udah Rp 90 ribu. Sudah tidak cukup," tambahnya.

Oleh sebab itu, Isrumella selalu menyemangati teman-teman seprofesinya untuk semangat dan segera mengambil sertifikasi. Sertifikasi merupakan hal yang cukup penting, selain menandakan seseorang lolos menjadi guru, adanya sertifikasi guru bisa mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG) dari pemerintah.

"Ya saya menyemangati saja supaya segera ambil sertifikasi. Saat ini sudah banyak temen-temen yang lolos sertifikasi dan dapat TPG," pungkasnya.(*)

Tombol Google News

Tags:

Pendidikan SLB Sisi Lain Surabaya gaji guru Non-ASN