Sidang Korupsi Pembangunan Stadion Mandala Krida Yogyakarta, Pengacara Terdakwa: Tuntutan JPU Terbantahkan

Jurnalis: Fajar Rianto
Editor: M. Rifat

24 Mei 2024 01:50 24 Mei 2024 01:50

Thumbnail Sidang Korupsi Pembangunan Stadion Mandala Krida Yogyakarta, Pengacara Terdakwa: Tuntutan JPU Terbantahkan Watermark Ketik
Advokat Muhammad Yori Desiyanto (kiri) dan Aji Febrian Nugroho dari Kantor Hukum Layung dan rekan saat memberikan keterangan pada Ketik.co.id, (21/5/2024). (Foto: Fajar Rianto/Ketik.co.id)

KETIK, YOGYAKARTA – Sidang perkara Ketua Pokja Pengadaan Pembangunan Stadion Mandala Krida Yogyakarta periode 2016-2017 dengan terdakwa Dedi Risdiyanto di Pengadilan Tipikor PN Yogyakarta memasuki agenda pledoi (nota pembelaan).

Majelis Hakim pemeriksa perkara diketuai Tuty Budhi Utami dengan Hakim Anggota Tri Asnuri Herkutanto dan Elias Hamonangan.

Penasehat hukum terdakwa Dedi Risdiyanto yakni Aji Febrian Nugroho dan Muhammad Yori Desiyanto dari Kantor Hukum Layung dan rekan secara bergantian membacakan pledoi setebal 324 halaman, Selasa (21/5/2024).

Dalam pledoinya mereka menyebut hasil pembuktian Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meyakini terdakwa menerima uang sebesar Rp1.510.000.000 dari saksi Heri Sukamto tidak terbukti.

Dalam pembuktian yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum sebelumnya, disimpulkan terdakwa Dedi terlibat dalam persekongkolan lelang Pekerjaan Pembangunan Stadion Mandala Krida.

Itu dibuktikan dengan penambahan kekayaan secara tidak sah/tidak wajar yang dinikmati terdakwa.

Ini berdasar slip penarikan Bank BPD DIY cabang Wonosari milik PT Duta Mas Indah, 15 Juli 2016, sebesar Rp1.500.000.000, dengan keterangan “Untuk Pokja ULP Pemda DIY” dan Rp10.000.000,00 pada 29 September 2019 dengan keterangan “untuk etertaiment Karaoke”.

Pembuktian JPU Terbantahkan oleh Keterangan Saksi

Namun, berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, yakni menurut keterangan saksi Heri Sukamto di bawah sumpah dan sesuai dalam Berita Acara Pemeriksaan, uang sejumlah Rp1.500.000.000 dengan keterangan “Untuk Pokja ULP Pemda DIY” merupakan alasan Heri Sukamto pada saksi M Amin Agustyono agar mau mengeluarkan uang untuk Heri Sukamto.

Namun, Heri Sukamto tidak pernah menyerahkan uang tersebut pada Pokja ULP terkhusus kepada terdakwa.

Alhasil, bukti yang telah disita oleh Penuntut Umum disebut Penasehat Hukum terdakwa tidak membuktikan adanya penerimaan uang yang tidak sah oleh terdakwa.

Apalagi, bukti rekening koran milik terdakwa yang isinya sesuai dengan catatan yang dibuat oleh terdakwa semakin membantahkan uraian Penuntut Umum sekaligus membuktikan bahwa sebagian harta yang dimiliki terdakwa adalah sumbangsih dari istrinya yang juga bekerja.

Dalam pledoi tersebut juga disampaikan,
Heri Sukamto dalam perkara Nomor 11/Pid.Sus TPK/2022/PN.Yyk memberikan keterangan dan dimuat dalam putusan Nomor 11/Pid.Sus TPK/2022/PN.Yyk yang menyatakan terdakwa membohongi M Amin Agustyono pada 2016 karena dalam kondisi minus yang membutuhkan uang.

Terdakwa ingin mendapatkan keuntungan secara pribadi dan mestinya hal tersebut tidak boleh untuk dilakukan.

Keterangan Heri Sukamto tersebut sesuai dalam persidangan a quo dan dimuat oleh Penuntut Umum dalam tuntutannya yang menyatakan dalam pembangunan Stadion Mandala Krida saksi Heri Sukamto tidak menggunakan dana sendiri.

Beberapa tahun sebelumnya saksi selalu merugi. Sehingga dalam pekerjaan Stadion Mandala Krida ia mengajak M Amin Agustyono, Yatmin, dan Wuri untuk membantu dana.

Saksi Heri menyuruh M Amin Agustyono mengambil uang sebesar Rp1.500.000.000 dengan catatan untuk Pokja dan Rp600.000.000 untuk PPK. Karena kalau tidak seperti itu, M Agustyono tidak akan mau mengeluarkan uang.

Sementara saksi butuh uang untuk membayar hutang di BPR Rembang bersama Arif Budiman (teman saksi) sebesar Rp1.000.000.000, membeli mobil Inova dan dimasukkan ke rekening pribadi saksi.

Dikarenakan tidak pernah terbukti adanya penerimaan uang oleh terdakwa dari saksi Heri Sukamto, maka tidak tepat apabila terdakwa dijatuhi saksi pidana tambahan dan/atau perampasan aset sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berdasarkan hal-hal tersebut, Tim Penasehat Hukum terdakwa yang terdiri Layung Purnomo, Yacob Rihwanto, Aji Febrian Nugroho, Muhammad Yori Desiyanto serta Komar Hidayat berharap Majelis Hakim dapat menerima dan mengabulkan Nota Pembelaan (Pleidoi) terdakwa Dedi Risdiyanto.

Serta menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama sama.

"Kami meyakini bahwa Yang Mulia Majelis Hakim Pemeriksa Perkara sebagai benteng terakhir keadilan yang memiliki keberanian untuk menyatakan bersalah pada orang yang bersalah dan menyatakan tidak bersalah kepada orang yang tidak bersalah," sebut Aji Febrian Nugroho.

Selain itu, ia sampaikan pula beberapa hal yang meringankan. Di antaranya terdakwa merupakan ASN yang telah memberikan pengabdiannya selama 25 tahun. Pengabdiannya sebagai Kelompok Kerja (Pokja) telah berhasil melelangkan 219 paket pelelangan dan berperan aktif dalam memajukan pembangunan di wilayah Yogyakarta.

Terdakwa juga aktif bermasyarakat menjadi Ketua Takmir Masjid Darrusalam di lingkungannya. Serta masuk dalam pengurusan Yayasan Pendidikan Tapas Nur Hayat yang dikelola keluarga terdakwa.

Terdakwa Menangis dan Minta Maaf saat Bacakan Pleidoi

Sementara itu momen Dedi Risdiyanto menangis ketika membacakan pledoi pribadinya membuat suasana sidang penuh haru. Ia mengaku tidak memahami dan tidak menyadari saat menjadi ketua pokja. Sehingga menurut Dedi ada orang yang berniat jahat terhadapnya.

Selain mengaku menyesal. Ia juga meminta maaf kepada jajaran Pemda DIY, Dinas PUP-ESDM DIY maupun pada suporter PSIM Yogyakarta yang sampai saat ini belum bisa optimal menikmati Stadion Mandala Krida.

Dalam persidangan sebelumnya, JPU terdiri dari Dame Maria Silaban, Luhur Supriyo Hadi dan Ihsan menuntut terdakwa Dedi Risdiyanto melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dalam Dakwaan Alternatif Pertama.

Yakni Menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun 8 bulan dikurangi masa tahanan dan pidana denda sebesar Rp250.000.000 subsidiair pidana kurungan selama enam bulan.

Serta pidana tambahan membayar uang pengganti kepada Negara sejumlah Rp1.510.000.000 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap.

Jika dalam jangka waktu tersebut Terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama dua tahun.

Perlu diketahui, proses penanganan perkara korupsi proyek pembangunan Stadion Mandala Krida di Yogyakarta ini dilakukan oleh KPK RI. Dedi Risdiyanto menjadi orang keempat yang terjerat dalam perkara tersebut.

Sebelumnya sudah ada tiga orang lainnya yang duduk di kursi terdakwa dan perkaranya telah diputus oleh Pengadilan. Mereka adalah Edy Wahyudi selaku Kabid Pendidikan Khusus Disdikpora DIY,  Dirut PT Asigraphi Sugiharto. Serta Dirut PT PNN dan PT DMI Heri Sukamto.

Dikarenakan JPU maupun pihak terdakwa dalam sidang tersebut tidak mengajukan replik dan duplik secara tertulis, sidang berikutnya akan dilakukan Kamis pekan mendatang dengan agenda putusan. (*)

Tombol Google News

Tags:

Lelang Renovasi pembangunan Stadion Mandala Krida Tindak Pidana Korupsi kpk ri Pokja ULP DIY UKPBJ DIY Pemda DIY Kejati DIY