Sejumlah Akademisi Kota Malang Turut Nyatakan Sikap untuk Presiden Jokowi

Jurnalis: Lutfia Indah
Editor: Gumilang

3 Februari 2024 12:30 3 Feb 2024 12:30

Thumbnail Sejumlah Akademisi Kota Malang Turut Nyatakan Sikap untuk Presiden Jokowi Watermark Ketik
Pernyataan sikap dari Mahasiswa FH UB terkait kepemimpinan Presiden Jokowi. (Foto: Azka Rasyad Alfatdi/Wakil Presiden BEM FH UB)

KETIK, MALANG – Berbagai Perguruan Tinggi mulai dari Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Universitas Islam Indonesia (UII), dan kampus lainnya telah menyatakan sikap dan mendesak Presiden Joko Widodo untuk menjaga marwah demokrasi. Gaung tersebut merambah hingga ke Kota Malang.

Beberapa kelompok mahasiswa mulai mengkritisi tindakan petinggi negara tersebut. Begitu pula dengan para sivitas akademika dari beberapa Perguruan Tinggi di Kota Malang yang mulai bergerak memberikan ketegasan sikap terkait kepemimpinan Presiden Jokowi.

Unisma Jadi Promotor Perguruan Tinggi di Malang yang Mengambil Sikap

Universitas Islam Malang (Unisma) menjadi salah satu kampus yang mulai mengambil sikap. Melalui pernyataan dari Ikatan Alumni (IKA), Unisma menyayangkan tindakan Presiden Jokowi yang berupaya mematikan demokrasi dan mencederai ajang Pemilihan Umum.

"Situasi demokrasi di Indonesia semakin memprihatinkan. Perhelatan demokrasi dalam wujud pemilihan umum presiden, tidak ubahnya panggung sandiwara yang mempertontonkan arogansi Presiden," ujar M. Nuruddin, S.Pt., MP., pada Sabtu (3/2/2024).

Menurutnya Presiden tidak dapat memanfaatkan jabatannya untuk merekayasa Pemilu dan memenangkan salah satu pasangan calon. Sumberdaya dan infrastruktur di Indonesia tak layak dijadikan sebagai jalan masuk untuk membangun dinasti yang dapat mematikan demokrasi.

"Rakyat hanya dijadikan sebagai sarana untuk melegitimasi kekuasaan dan dibodohi dengan narasi-narasi yang tidak mendewasakan dalam berdemokrasi," lanjutnya.

Untuk itu IKA Unisma mengajak rakyat Indonesia melakukan kontrol terhadap demokrasi dan memastikan pelaksanaan Pemilu 2024 terbebas dari praktik dan perilaku koruptif.

Mereka juga meminta presiden bersikap netral dan tidak berat sebelah terhadap salah satu paslon. Menurutnya sebagai seorang presiden haruslah berfokus untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

"Kami mendesak dan meminta presiden sebagai kepala negara kembali fokus kepada tugas utamanya, yakni mewujudkan tujuan NKRI. Kami juga mendesak lembaga negara bersikap dan bertindak untuk kepentingan rakyat," tutupnya.

Kampus Biru Universitas Brawijaya Mulai Bergerak

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya (UB) menjadi elemen pertama di UB yang memberikan ketegasan sikap. Tak hanya geram dengan situasi demokrasi di Indonesia saat ini, para mahasiswa juga kesal dengan Dewan Guru Besar UB yang masih tak terdengar suaranya.

Hal tersebut disampaikan oleh Azka Rasyad Alfatdi selaku Wakil Presiden BEM FH UB. Menurutnya UB memiliki tanggung jawab secara keilmuan untuk memberikan statement terhadap demokrasi yang terjadi di akhir rezim Joko Widodo.

Foto Presiden Joko Widodo yang saat ini ramai mendapat kritikan dari sivitas akademika. (Foto: instagram @jokowi)Presiden Joko Widodo yang saat ini ramai mendapat kritikan dari sivitas akademika. (Foto: instagram @jokowi)


"Mengingat UB belum mengambil sikap, utamanya Dewan Guru Besar. Kami mahasiswa inisiatif memberikan statement terhadap demokrasi di akhir rezim Jokowi, banyak nilai reformasi yang tidak tercipta. Cita-cita reformasi kan bagaimana hukum dan konstitusi ditegakkan, dan itu hilang dari kepemimpinan Presiden Jokowi," ujar Azka.

Ia menjelaskan aksi tersebut mendapat dukungan dari para dosen, sekaligus membuka jalan bagi ketegasan sikap UB khususnya di lingkungan FH UB. Setelah melakukan koordinasi, para dosen dan civitas akademika FH UB akan segera bergerak melakukan audiensi bersama para Guru Besar.

"Dosen mendukunh kami dan minggu depan kita berencana melakukan audiensi denhan para Guru Besar beserta Dosen FH UB terkait bagaimana sikap FH menghadapi masalah demokrasi akhir-akhir ini," lanjutnya.

Ia mengingatkan bahwa di Indonesia memiliki hukum tertulis dan tidak tertulis. Presiden Jokowi beralibi menggunakan UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu tepatnya di pasal 299 ayat 1 yang mengatakan Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak untuk melaksanakan kampanye. Disamping itu, terhadap nilai dan etika yang harus dijunjung oleh Presiden sebagai Kepala Negara.

"Negara ini kehilangan komitmennya dalam menegakkan amanat reformasi karena haus akan melanggengkan kekuasaan melalui cara-cara yang nihil etika. Sebagai kepala negara seharusnya Presiden Joko Widodo dapat bersikap selayaknya negarawan, bukan malah memberikan keberpihakan," serunya.

Tak lama setelah itu, muncul sebuah selebaran terkait pernyataan sikap para sivitas akademika UB terhadap ancaman demokrasi menjelang Pemilu 2024. Pernyataan sikap tersebut akan dilaksanakan pada Senin (5/2/2024) besok dengan mengundang mahasiswa, Profesor, hingga Guru Besar Universitas Brawijaya.

Ujian Akal Sehat Bagi Para Insan Akademisi

Tak hanya menciderai demokrasi, persoalan yang terjadi merupakan sebuah ujian akal sehat bagi para akademisi. Dosen Hukum Tata Negara UB, Dr. Dhia Al Uyun, S.H, M.H., menjelaskan situasi kali ini harus membuat akademisi tergugah dan mampu mempertanggungjawabkan keilmuan yang dimiliki.

"Ini adalah ujian tentang akal sehat, apakah akademisi akan diam saja melihat adanya pelanggaran konstitusional secara nyata di dalam tubuh pemerintahan Presiden kita. Ketika akademisi tidak tergugah atau berpikir ulang tentang situasi yang ada, mungkin saya harus mempertanyakan keberpihakan mereka," tegasnya.

Munculnya akademisi yang melayangkan tuntutan kepada Presiden Jokowi menjadi kesadaran kolektif yang muncul akibat pelanggaran yang terjadi secara beruntun. Tak hanya persoalan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), namun kebijakan lain yang juga menciderai nilai-nilai reformasi.

"Politik yang digunakan bukanlah politik yang fair, yang menjamin bahwa kontestasi bisa dilakukan secara transparan, akuntabel, seperti di dalam UU Pemilu. Di sisi lain ada pelanggran konstitusional mulai dari UU Ciptaker, undang-undang tentang Ibu Kota Negara, berbagai putusan MK. Jadi keluar dari amanah reformasi yang dulu digadang menyelamatkan bangsa Indonesia dari perpecahan," terangnya.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seharusnya mengambil sikap dan tak dapat tinggal diam, melihat semakin banyak kampus yang ramai membuka suara. Persoalan yang saat ini terjadi, Presiden tak hanya melanggar undang-undang namun juga telah melewati batas integritasnya sebagai Kepala Negara.

"Ini bukan pelanggaran, tapi kejahatan. Bahkan DPR semestinya harus mendengar bahwa banyak kampus yang sudah berteriak. Pemakzulan presiden bukan lagi wacana tapi hampir menjadi nyata karena tindakan inkonstitusional yang dilakukan presiden," tuturnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

Kritik Jokowi Akademisi Kritik Jokowi Pernyataan Sikap Kampus Menciderai Demokrasi Presiden Joko Widodo Joko Widodo Kampus Malang Kota Malang Universitas Brawijaya Universitas Islam Malang