Perempuan dan Moderasi Beragama

Editor: Mustopa

1 Agustus 2024 10:17 1 Agt 2024 10:17

Thumbnail Perempuan dan Moderasi Beragama Watermark Ketik
Oleh: Sholehuddin*

Selama menjadi Instruktur Nasional (Inas) Penguatan Moderasi Beragama (PMB), yang paling beda dari kepesertaan adalah ketika mengampu Orientasi Pelopor Penguatan Moderasi Beragama bagi Pendakwah Perempuan dan Pengelola Majelis Taklim Perempuan.

Kegiatan digelar Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) bekerjasama dengan Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Aria Gajayana Kota Malang 21-24 Juli 2024. Istimewanya, semua fasilitator instruktur nasional dan menariknya ketiga-tiganya ternyata pengurus DMI. Saya tercatat sebagai Majelis Pakar Dewan Masjid Indonesia Kabupaten Sidoarjo.

Sejatinya pelibatan perempuan sudah pernah dilakukan di Pacitan. Pesertanya Dharma Wanita, tapi sekadar sosialisasi atau insersi dalam pengajian PKK di kampung. Tapi kali ini digelar langsung PKUB Kemenag RI. Mengapa keterlibatan perempuan apa lagi pendakwah dan pengelola majelis taklim perempuan penting dalam penguatan moderasi beragama?.

Pertama, perempuan memiliki kepekaan sosial tinggi. Di kampung saya, jika ada orang sakit, ibu-ibu PKK yang besuk. Kedua, perempuan memiliki basis data kuat dan mengakar di masyarakat. 

Ketiga, kegiatan majelis pengajian relatif kaum peremluan lebih banyak. Ibu saya hampir setiap minggu ada empat kumpulan ngaji. Mulai yasin tahlil senior (muslimat), khatmil Qur'an, hingga dzibaiyah remaja. Keempat, perempuan lebih intens dalam pendidikan keluarga karena al umm madrasatul ula

Posisi strategis perempuan ini penting dalam gerakan Penguatan Moderasi Beragama (PMB). Apalagi seorang pendakwah dan pengelola majelis taklim. Setiap hari mereka bertemu jamaah. Para jamaah memiliki banyak karakter dan latar berbeda. Kemajemukan ini sebagai tantangan yang harus dikelola dengan baik oleh pendakwah agar bisa diterima, termasuk pesan moderasi beragama. 

Dalam teori Gunung Es (Iceberg analysis), kekerasan dan kasus intoleransi di sebuah tempat (event) sering dipicu dari mimbar kajian yang provokatif (pola dan trend). Pelibatan perempuan dalam kasus ekstremisme juga masih ada. Para dai dan pelaku ekstrem ini berdalih menyampaikan kebenaran. Sementara kebenaran yang dimaksud hanya versi dirinya atau sepihak.

Di sisi lain, apa yang dianggap benar berlawanan dengan tradisi (baik) setempat dan kesepakatan bersama. Diperkuat budaya masyarakat yang paternalistik, mengikuti apa kata pemimpinnya. Tidak adanya penindakan terhadap ujaran kebencian bernuansa agama di media sosial memperkuat sistem struktur. 

Semua itu tidak lepas dari cara pandang (mental model) beragama yang sempit, jumud dan suara kekhawatiran berlebihan terhadap kelompok lain. Para pendakwah dan pengelola majelis taklim merupakan bagian dari ekosistem PMB. Mereka harus mengelola kemajemukan jamaah.

Para pendakwah dalam hal ini harus memiliki cara pandang sikap dan praktik beragama yang lebih mengedepankan esensi ajaran agama sebagaimana konsep MB. Maka, jika masih ada mental model sempit, harus diubah menjadi mental model baru (rethinking) yang lebih terbuka (inklusif).

Setelah itu, para pendakwah dan pengelola majelis taklim mendesain program (redesaining) majelis taklim dengan materi agama secara sistematis dan sistemik bermuatan nilai-nilai universal. Sebagai contoh, kajian muamalah, menjaga ukhuwah, dan bagaimana bertetangga yang baik diposisikan sebagai forum eksternum.

Muatan kajian bernuansa ketauhidan dan ubudiah yang mengandung unsur perbedaan dalam penerapan, ditempatkan sebagai forum internum. Tidak ada pemaksaan tafsir keagamaan yang bisa memecah belah umat. Apa lagi saling menghakimi kelompok lain salah dipastikan tidak ada di ruang publik (reframing). Jika para pendakwah dan pengelola majelis taklim perempuan sudah moderat, jamaah juga moderat. Pada akhirnya tercipta harmoni Indonesia (reacting).

*) Dr. H. Sholehuddin, M.Pd.I adalah Widyaiswara BDK Surabaya dan instruktur nasional Penguatan Moderasi Beragama Kemenag RI.
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:

  • Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
  • Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
  • Panjang naskah maksimal 800 kata
  • Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
  • Hak muat redaksi.(*)
     

Tombol Google News

Tags:

Sholehuddin opini Perempuan dan Moderasi Beragama