KETIK, PACITAN – Warung malam di pinggir Jalan JLS Pacitan, tepatnya di Dusun Wetih, Desa Purwosari, Kecamatan Kebonagung ini mungkin tak menarik perhatian dengan bangunan mewah.
Lampu di depan warung cukup remang, dengan ciri gerobak berwarna hijau kuning pun terpampang jelas dengan tulisan "Kupat Tahu, Sego Pecel".
Di dalam warung yang berukuran 3x3 meter, hanya ada dua meja kecil dan dua kursi kayu yang diletakkan di sudut ruangan.
Pun terlihat seorang perempuan tua tampak sibuk di dapur kecil di pojok ruangan, mengiris lontong dengan cekatan sambil sesekali mengaduk sambal kacang yang kental di atas meja.
Di belakang gerobak, seorang kakek terlihat siaga, meniriskan gorengan tempe dan tahu. Termasuk, menunggu para pembeli yang datang.
Kendati begitu, cita rasa lontong pecel yang dijual di sini begitu klasik, membuatnya selalu ramai oleh pembeli yang datang dari berbagai wilayah.
Pemiliknya adalah pasangan suami, Tumin (65) dan istrinya, Sriyatin (60). Mereka, dengan setia usaha jualan lontong pecel sejak tahun 1984.
Sriyatin yang sudah berusia lanjut, bercerita tentang awal mula membuka warung andalannya ini.
"Dulu saya jualan keliling, sebelum akhirnya punya warung pertama di tempat yang berbeda. Akhirnya pindah, warung ini adalah yang kedua," kenangnya nenek 5 cucu itu, Minggu, 1 Desember 2024.
Warung lontong pecel miliknya pertama kali dibuka dengan harga Rp25 rupiah per porsi pada tahun 1984, namun kini ia menjualnya seharga Rp7 ribu rupiah per porsi.
Keistimewaan lontong pecel di warung ini terletak pada sambalnya. Berbeda dengan warung lain yang menggunakan sambal pecel yang sudah dihaluskan.
Sriyatin mengulek sambal dengan ditumbuk kasar, memberikan rasa yang lebih kaya bak buatan nenek sendiri.
"Sambalnya masih kasar, karena memang ditumbuk. Kalau digiling kan jadi encer," ujar Sriyatin kepada Ketik.co.id
Warung ini buka setiap hari mulai pukul 17.00 WIB hingga 21.00 WIB. Meskipun warungnya sederhana, pelanggan tak pernah sepi.
Tak jarang, dagangan mereka sudah habis sebelum jam tutup.
"Kami sudah tua, jadi sekarang menu-nya hanya lontong pecel, dan gorengan. Tidak berani terlalu banyak berjalan," ucap Sriyatin.
Bukan hanya warga sekitar, pembeli dari berbagai kalangan, termasuk pegawai kantoran, sering datang untuk menikmati kelezatan lontong pecel di warung milik Sriyatin.
Harga yang terjangkau, hanya Rp7.000 untuk seporsi lontong pecel dan Rp1.000 per gorengan, menjadi alasan banyak orang memilih untuk mampir.
"Minuman yang kami sediakan hanya air mineral, karena saya sudah tua dan takut jatuh," kata Sriyatin sambil tersenyum.
Sriyatin yang dibantu oleh suaminya, tidak hanya mengandalkan pengalaman bertahun-tahun, tetapi juga terus menjaga kualitas resepnya seperti awal berdirinya usaha.
Setiap hari, mereka memasak sambil memastikan semua bahan selalu segar dan siap saji. Warung lontong pecel yang sederhana ini tetap menjadi favorit, berkat konsistensi pemiliknya.
"Alhamdulillah, meskipun harganya sudah naik, dagangan saya selalu habis. Apalagi saat musim penghujan seperti sekarang ini," ucap syukur Sriyatin. (*)