Kisah Petani Jamur Tiram Pacitan Bermodal Rp600 Ribu, Kini Kewalahan Penuhi Permintaan Pasar

Jurnalis: Al Ahmadi
Editor: M. Rifat

6 Juli 2024 05:28 6 Jul 2024 05:28

Thumbnail Kisah Petani Jamur Tiram Pacitan Bermodal Rp600 Ribu, Kini Kewalahan Penuhi Permintaan Pasar Watermark Ketik
Pebisnis jamur tiram di Pacitan, Zainal Abidin yang tengah berpose di kumbung jamurnya Desa Sidomulyo, Kebonagung. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)

KETIK, PACITAN – Patut dicontoh. Seorang petani budidaya jamur tiram asal Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, Zaenal Abidin memiliki kisah yang cukup panjang.

Pria 36 tahun tersebut mengaku sudah membudidayakan jamur sejak 2015 silam. 

Kini jamur hasil budidayanya sangat diminati konsumen di pasar-pasar lokal di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.

Bahkan ia mengaku bahwa setiap hari pedagang menelepon terus-menerus setiap pagi untuk memesan agar tak kehabisan persediaan.

Zaenal merupakan tenaga pendidik di sekolah swasta setempat, sebelum nyambi bergelut di budidaya jamur.

Disela-sela waktu, diisinya untuk meraup penghasilan tambahan melalui wirausaha.

Mencari ide usaha sampingan, Zaenal disarankan temannya untuk budidaya jamur tiram yang belum se-buming laiknya saat ini.

"Dulu dibimbing oleh teman saya yang jadi mentor di pelatihan BLK. Awal-awal malah langsung disuruh buat log tidak kebanyakan teori," kata Zaenal kepada Ketik.co.id, Sabtu (6/7/2024).

Di tahun yang sama, ia memulai usahanya dengan modal Rp600 ribu dan lahan berukuran sekitar 4 meter persegi di samping rumahnya.

Minimnya pengalaman membuat perjalanan Zaenal bergeronjal, banyak mengalami kesulitan.

Mulai dari salah dalam membuat baglog, kumbung jamur hingga kurang antisipasi penyakit maupun lalat.

"Belajarnya dari pengalaman, kesalahan diri sendiri dan orang lain. Pernah berhenti karena ada banjir di Pacitan tahun 2017, kemudian bangkit lagi di awal Januari 2018 sampai saat ini," ceritanya.

Sembilan tahun berlalu bukan perkara yang mudah. Usai melewati tahap demi tahap, membuat Zaenal kian lincah mengelola usahanya.  

Seiring gayung bersambut, hasil tani jamur tiram Zaenal berkembang dan kian diminati masyarakat. 

Kini, ia memiliki 8.000 baglog jamur tiram di kumbungnya.

"Sekarang tren-nya itu jamur tiram coklat Rp18 ribu per kilo. Itu malah peminatnya lebih tinggi daripada yang putih dengan harga Rp16 ribu,"

Zaenal mampu memanen 15 sampai 40 kilogram jamur per hari. Pasar utamanya adalah lapak sayuran, seperti di Pasar Gayam Sidomulyo, Pasar Minulyo, Pabrik Rokok Alami, Sampoerna, hingga ke pedagang keliling.

"Walah, permintaan jamur tiram di Pacitan sangat tinggi. Jarang sekali saya sampai promosi lewat status WhatsApp, karena kalau pedagang lihat, pasti saya di telponi kayak punya utang pinjol," jelas Zainal mengaku kewalahan.

Bicara soal cuan. Per siklus, Zainal bisa mendapat omzet hingga puluhan juta rupiah.

Rp1,6 juta itu, kata dia, merupakan hitungan kasar omzet per 1.000 baglog. Jika panen 8.000 log, maka omzet per siklus bisa mencapai sekitar Rp12,8 juta.

"Setiap siklus panen berlangsung selama 4 bulan," terangnya.

Tak puas begitu saja. Zaenal juga berencana membuka kumbung jamur di lokasi lain. 

"Dibandingkan dulu saat ini jauh berkembang, sekarang mau tambah membuka tempat di bekas SMP PGRI yang tidak terpakai. Nah ini coba melebarkan sayap ke produksinya dulu," kisahnya.

Di samping sukses berbisnis jamur. Ternyata, Zaenal juga diamanahkan untuk menjadi kepala Madrasah Aliyah Ma'arif (MAM) 03 Sidomulyo dari tahun 2016 hingga saat ini.

Kepercayaan dan kegigihan Zaenal menjadi kunci pembuka gerbang keberhasilan. "Insyaallah kalau SK kepala sekolah akan berakhir tahun 2025 per Juli," tandas Zaenal. (*)

Tombol Google News

Tags:

pacitan Petani di Pacitan Jamur Tiram