Inklusifitas dan Aksesibilitas Fasilitas Publik Kota Malang

Editor: Mustopa

10 Juni 2024 13:24 10 Jun 2024 13:24

Thumbnail Inklusifitas dan Aksesibilitas Fasilitas Publik Kota Malang Watermark Ketik
Oleh: Muhammad Rizal*

Disabilitas merupakan kondisi dimana individu mempunyai kemampuan terbatas untuk melakukan aktivitas sehari-hari, keterbatasan ini berkaitan dengan fisik, intelektual, mental atau sensorik. Keterbatasan disabilitas membutuhkan aksesibilitas fasilitas publik dalam membangun kesetaraan, dan lingkungan yang inklusif bagi penyandang disabilitas. Aksesibilitas merujuk pada kemudahan akses fisik dan sosial bagi semua orang, termasuk disabilitas. 

Aksesibilitas merupakan kemudahan dalam mengakses fasilitas umum, transportasi, informasi, layanan Kesehatan dan infrastruktur. Regulasi mengenai aksesibilitas terdapat dalam peraturan Menteri pekerjaan umum nomor 30/PRT/M/2006 Tahun 2006 tentang pedoman Teknis fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, dan peraturan daerah no 3 tahun 2013 Jawa Timur perihal perlindungan pelayanan penyandang disabilitas, dan Keputusan Menteri perhubungan, no 71 tahun 1999 perihal aksesibilitas bagi penyandang cacat dan orang sakit pada sarana dan prasarana perhubungan.

Tulisan ini akan berfokus kepada bagaimana penerapan aksesibilitas di Kota Malang. Sebelumnya pada tahun 2023 Pj Wali Kota Malang Wahyu Hidayat menerima penghargaan top 45 inovasi pelayanan publik klaster pemerintah Kota tahun 2023 dari Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas, Kota Malang, karena mampu mewujudkan ekosistem perkotaan yang semakin inklusif. Kota Malang sebagai kota inklusi. Karena dengan penghargaan yang diraih sebelumnya yang memang terkait (layanan) disabilitas,” (Bidang Komunikasi dan Informasi Publik, n.d.).

Meskipun berbagai peraturan dan penghargaan yang diterima oleh kota Malang, namun berbagai sudut Kota Malang kenyataannya masih mempunyai banyak kekurangan dan kecacatan perihal aksesibilitas fasilitas publik. Penerapan guiding block misalnya, guiding block sangat berguna untuk membantu penyandang tuna netra untuk menunjukkan arah sehingga dapat membantu dalam berjalan. 

Penulis mengamati penerapan guiding block di jalan Ijen Boulevard terdapat kerusakan yang sudah lama dibiarkan dan pemasangan yang berantakan, Jalan ijen yang terkenal sebagai ikon  dan wilayah elit Kota Malang serta dekat dengan fasilitas umum seperti museum Brawijaya, perpustakaan kota tapi belum bisa dikatakan ramah untuk disabilitas karena tidak adanya perawatan untuk guiding block sehingga terlihat banyak guiding block yang hancur berantakan.

Selain itu, di ujung jalan ijen tepatnya di depan rumah dinas Wali Kota Malang penerapan guiding block yang asal-asalan dan tidak ramah untuk disabilitas, pasalnya guiding block diarahkan menabrak pohon sehingga ketika berjalan mengikuti petunjuk guiding block akan membuat pejalan kaki menabrak pohon.

Selanjutnya penulis melihat bahwasanya di Kota Malang belum adanya tempat parkir khusus untuk penyandang disabilitas, permasalahan aksesibilitas ini membuat penyandang disabilitas yang mempunyai mobil khusus, sepeda motor roda tiga atau sepeda modifikasi yang sudah disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan mereka tidak mempunyai tempat parkir khusus.

Sehingga bagi penyandang disabilitas tentunya tidak mudah untuk memarkirkan kendaraan tentunya harus berdesakkan dengan mereka yang non difabel dan kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan kendaraan difabel seperti terlalu kecil dan tidak ada jalan khusus. Penulis melakukan pengamatan di berbagai tempat fasilitas umum seperti mall, tempat ibadah, dan layanan pemerintah kota belum adanya aksesibilitas mengenai tempat parkir khusus untuk disabilitas di fasilitas umum Kota Malang.

Kota Malang yang tergolong sebagai Kota besar di Jawa Timur, sudah seharusnya mempunyai kepekaan dan pemenuhan hak bagi warga Kota Malang, khususnya penyandang disabilitas. Berbagai peraturan dan UU tentang pemenuhan hak penyandang disabilitas dan penghargaan yang diterima oleh Kota Malang sebagai Kota dengan layanan yang ramah disabilitas, realitasnya masih mempunyai banyak kekurangan untuk menciptakan lingkungan yang ramah bagi disabilitas. Pemerintah Kota, masyarakat sekitar, dan berbagai stakeholder yang ada harus mempunyai kesadaran bersama untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan ramah untuk disabilitas.

*) Muhammad Rizal adalah mahasiswa jurusan Sosiologi Universitas Brawijaya
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:

Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
Panjang naskah maksimal 800 kata
Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
Hak muat redaksi.(*)

Tombol Google News

Tags:

opini Muhammad Rizal