Film 'Joshua Tree' Hadirkan Kekuatan Cinta Keluarga bagi Anak dengan Autisme

Jurnalis: Lutfia Indah
Editor: Gumilang

20 Januari 2024 14:00 20 Jan 2024 14:00

Thumbnail Film 'Joshua Tree' Hadirkan Kekuatan Cinta Keluarga bagi Anak dengan Autisme Watermark Ketik
Pelaksanaan bedah film Joshua Tree di Kota Malang. (Foto: Lutfia/Ketik.co.id)

KETIK, MALANG – Sebuah film pendek bertajuk Joshua Tree berhasil menyita perhatian penonton pada bedah film yang dilakukan di Kota Malang pada Sabtu (20/1/2024). Film tersebut mengisahkan kuatnya cinta kasih yang dihadirkan dari keluarga kepada anak dengan autisme.

Film pendek tersebut merupakan dokumenter perkembangan Joshua, remaja berusia 16 tahun yang mengalami autisme. Berkat kasih sayang dan perhatian yang dituangkan oleh keluarga, terutama sang ibu yakni dr. Deibby Mamahit, Joshua tumbuh sebagai pribadi yang kuat. 

"Saya belajar bahwa manusia itu layak untuk diperjuangkan, bahwa cinta itu kuat. Joshua itu kuat karena keluarganya, bahwa keluarga menjadi tempat kita berteduh, merasa nyaman, dan kita bertumbuh di situ. Ini menyentuh hati saya dan sebagai pembelajaran juga," ungkap George kepada awak media. 

Jarak menjadi salah satu kendala yang dihadapi, sebab Joshua sekaligus dr Deibby bertempat tinggal di Singapura, dan dokter spesialis yang memantau perkembangan Joshua berlokasi di Amerika. Sementara proses produksi dilakukan di Indonesia. 

"Saya meminta bantuan ke keluarga untuk memegang kamera sehingga saya tidak pakai kameramen beneran. Saya percaya rasa kedekatan natural antara kakak, ibu, anak, adik, dan pengasuh itu jadi sesuatu yang memberi arti berbeda. Walaupun mungkin tidak semua perfect, ya sudah itu kewajiban saya untuk mengedit," tambahnya. 

Sementara itu demi merawat anaknya, dr Deibby memutuskan berhenti dari pekerjaannya sebagai dokter spesialis gawat darurat. Ia memilih untuk mendalami autisme hingga kini berprofesi sebagai Praktisi Kedokteran Fungsional di Singapura. 

"Orang tua harus menerima dan memilih untuk bahagia supaya anak bisa melihat ada sesuatu untuk mereka. Kita yang memiliki keluarga berkebutuhan khusus, jika lingkungan stres dan depresi, walaupun anak tidak bisa berkomunikasi, mereka berpotensi menyalahkan diri mereka sendiri. Mereka berfikir bahwa mereka lah penyebab depresi terjadi," ungkap Deibby. 

Selain Joshua, anak pertamanya yakni Immanuel juga mengalami spektrum autis. Lambat laun Deibby menyadari bahwa memilih untuk bahagia menjadi kekuatan terbesar baik bagi dirinya sendiri maupun bagi anak-anaknya. 

"Ternyata apa yang saya lakukan kepada anak saya, akhirnya berbalik buat saya sendiri. Saya yang mau dia, saya yang mau bahagia. Konsep bahagia mereka adalah kalau kita bahagia juga. Orangtua adalah salah satu resource terbesar untuk anak-anak ini. Dan orangtua bisa memilih untuk bahagia," ungkapnya. 

Konsep yang ia yakini membawa dampak besar bagi kesembuhan Immanuel. Ia juga meyakini bahwa dengan memilih bahagia dan hadirnya cinta kasih dari keluarga dapat membawa kesembuhan bagi anak ke duanya, Joshua. 

"Saya yakin karena anak saya yang pertama, Imanuel, itu juga ada spektrum autis dan sekarang bisa sembuh. Joshua ini saya juga yakin ada harapan di dia untuk sembuh. Sekarang ini (pengobatan) Joshua masih on progress, sekarang usianya sudah mau 17 tahun. Kita sudah melalui saat-saat yang sangat buruk, jadi kita itu mengalami naik turun dalam menjalani ini," terangnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

Film pendek Joshua Tree film dokumenter anak dengan autisme spektrum autis bedah film Kota Malang