Direktur BUMD DI Yogyakarta PT Taru Martani Jadi Tersangka, JCW Pertanyakan Keterlibatan Pihak Lain

Jurnalis: Fajar Rianto
Editor: M. Rifat

29 Mei 2024 08:40 29 Mei 2024 08:40

Thumbnail Direktur BUMD DI Yogyakarta PT Taru Martani Jadi Tersangka, JCW Pertanyakan Keterlibatan Pihak Lain Watermark Ketik
Wakajati DIY Amiek Mulandari didampingi Aspidsus Kejati DIY M Anshar Wahyuddin (kiri) dan Kasi Penkum Kejati DIY Herwatan (kanan) saat memberikan keterangan (28/5/2024). (Foto: Fajar Rianto/Ketik.co.id)

KETIK, YOGYAKARTA – Direktur PT Taru Martani berinisial NAA yang semula saksi telah menjadi tersangka.

Ini terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan PT. Taru Martani. Perusahaan tersebut merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah DI Yogyakarta yang bergerak di bidang Industri cerutu dan tembakau. Kasus ini terjadi pada periode 2022-2023.

Mulai Selasa (28/5/2024) NAA ditetapkan menjadi tersangka oleh Jaksa Penyidik Kejaksaan Tinggi DIY.

Wakajati DIY Amiek Mulandari didampingi Aspidsus Kejati DIY M Anshar Wahyuddin dan Kasi Penkum Kejati DIY Herwatan menyampaikan penetapan tersangka terhadap Direktur PT Taru Martani berinisial NAA dilakukan setelah penyidik mendapatkan minimal 2 alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP.

"Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan oleh Tim Dokter dinyatakan sehat, Selanjutnya berdasarkan surat perintah penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi DIY dilakukan penahanan selama 20 hari terhadap tersangka NAA. Terhitung sejak tanggal 28 Mei 2024 S/D 16 Juni 2024 di Lapas Kelas IIA Yogyakarta," sebut Amiek.

Dia menambahkan, tersangka NAA dijerat dengan pasal Primair: Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Serta subsidiair: Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DIY M Anshar Wahyuddin menambahkan, untuk memenuhi target pendapatan perusahaan PT Taru Martani, tersangka NAA melakukan investasi melalui Perdagangan Berjangka Komoditi berupa kontrak berjangka emas (emas derivatif) dengan PT Midtou Aryacom Futures selaku perusahaan pialang.

Foto Tersangka NAA (rompi) saat dibawa menuju Lapas Kelas IIA Yogyakarta. Untuk dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan. Terhitung sejak tanggal 28 Mei 2024 S/D 16 Juni 2024. (Foto: Fajar Rianto/Ketik.co.id)Tersangka NAA (rompi) saat dibawa menuju Lapas Kelas IIA Yogyakarta untuk penahanan 20 hari ke depan (28/5/2024) (Foto: Fajar Rianto/Ketik.co.id)

Tersangka NAA melakukan investasi tersebut tanpa melalui RUPS tahunan untuk mendapat persetujuan.

"Pembukaan rekening pada PT Midtou Aryacom Futures dapat dilakukan oleh perusahaan dengan syarat surat persetujuan dari pemegang saham dan Surat Kuasa Pejabat yang Dikuasakan untuk mewakili Perusahaan. Namun NAA melakukan pembukaan rekening atas nama pribadi," terangnya.

Adapun selama Oktober 2022 sampai Maret 2023 tersangka NAA melakukan penempatan modal pada akun tersebut secara bertahap dengan total sebesar Rp18.700.000.000 yang dananya bersumber dari dana idle cash PT Taru Martani.

Sementara berdasarkan Summary Report tanggal 5 Juni 2023 dinyatakan akun milik tersangka NAA mengalami kerugian.

Dijelaskan oleh M Anshar, perbuatan tersangka NAA tersebut bertentangan dengan Akta Pendirian PT Taru Martani Nomor 05 Tanggal 17 Desember 2012 pada pasal 17.

Pasal itu menyebutkan bahwa Direksi menyampaikan rencana kerja yang memuat juga anggaran tahunan perseroan saat RUPS tahunan untuk mendapat persetujuan sebelum tahun buku dimulai.

Pasal 4 Permendagri Nomor 118 tahun 2018 tentang Rencana Bisnis, Rencana Kerja dan Anggaran, Kerjasama, Pelaporan dan Evaluasi Badan Usaha Milik Daerah yang pada intinya juga menyebutkan bahwa RKA BUMD wajib disusun oleh Direktur Bersama jajaran perusahaan dan disetujui Bersama oleh Dewan Pengawas atau Komisaris dan disahkan oleh Komite Pemilik Modal atau RUPS.

Perbuatan NAA juga bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Yang isinya:

- Pasal 63
Ayat (1): Direksi Menyusun rencana kerja tahunan sebelum dimulainya tahun buku yang akan datang.
Ayat (2): Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat juga anggaran tahunan perseroan untuk tahun buku yang akan datang.

- Pasal 64
Ayat (1): Rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 disampaikan kepada Dewan Komisaris atau RUPS sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.

- Pasal 92
Ayat (1): Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan

"Perbuatan Tersangka NAA tersebut mengakibatkan Kerugian Negara cq. PT Taru Martani kurang lebih sebesar Rp 18.700.000.000," ungkap M. Anshar.

Sedangkan penetapan status tersangka terhadap NAA tersebut, terang M Anshar Wahyuddin, pascapenggeledahan dilakukan Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi DIY yang esuai aturan dalam undang-undang.

Penggeledahan dilakukan di Rumah Dinas Dirut PT Taru Martani Jln. Tunjung Baciro Yogyakarta, Tim penyidik berhasil menyita uang tunai senilai Rp 80 juta, 9 arloji, dokumen-dokumen, HP, serta flasdisk, selain itu juga menyegel mobil dan motor.

Sementara penggeledahan di Kantor PT Taru Martani Jln Kompol Bambang Suprapto No. 2A Baciro Gondokusuman Yogyakarta. Yakni di ruang Direktur, Kepala Divisi Keuangan dan Ruang Arsip Keuangan, Tim penyidik berhasil menyita beberapa dokumen arsip keuangan, laptop, handphone dan flasdisk.

Selanjutnya Senin (22 April 2024), penyidik Kejaksaan Tinggi DIY menaikkan status perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengelolaan Operasional PT Taru Martani Tahun 2022 – Mei 2023 dari tahap Penyelidikan menjadi tahap Penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi DIY Nomor  Print - 561/M.4/Fd.1/04/2024 tanggal 22 April 2024.

JCW: Jangan Berhenti pada NAA Saja

Menyikapi penetapan status tersangka terhadap NAA, aktivis Jogja Corruption Watch (JCW) Baharuddin Kamba, Rabu (29/5/2024) menyampaikan JCW mendukung Kejati DIY untuk tidak hanya berhenti pada penetapan tersangka NAA saja.

Tetapi perlu didalami adanya keterlibatan pihak lain dalam perkara yang menjerat Direktur PT Taru Martani ini.

Menurutnya terasa janggal jika hanya Kejati DIY berhenti pada tersangka NAA saja dan tidak menelusuri adanya keterlibatan pihak lain.

"Itu karena umumnya jarang sekali pelaku korupsi itu tunggal apalagi korupsi dengan nilai kerugian yang besar. Perlu ditelusuri keterlibatan pihak lain dalam perkara ini," ucap Baharuddin.

Foto PT Taru Martani Jalan Kompol Bambang Suprapto No.2A Baciro Gondokusuman Yogyakarta. (Foto: Fajar Rianto/Ketik.co.id)PT Taru Martani Jalan Kompol Bambang Suprapto No.2A Baciro Gondokusuman Yogyakarta. (Foto: Fajar Rianto/Ketik.co.id)

Ia berharap perkara yang menjerat tersangka NAA menjadi momentum untuk bersih-bersih agar tidak menjadi beban bagi Direktur PT Taru Martani yang baru.

Pegiat anti korupsi ini juga menyebutkan, menarik untuk dicermati secara saksama bahwa perkara ini semacam judi togel atau buntut. Karena tersangka NAA ini berharap untung tetapi justru buntung.

Uang total Rp 18,7 miliar yang seluruhnya berasal dari penyertaan modal APBD Propinvinsi DIY tetapi lenyap begitu saja.

"Kan aneh. Kaya orang taruhan main judi saja. Caranya, tersangka NAA melakukan investasi kontrak berjangka dengan PT Midtou Aryacom Futures selaku perusahaan pialang tanpa melalui persetujuan dari RPUS," ujarnya.

Untuk itu, secara tegas Baharuddin Kamba menekankan perlu ditelusuri pula apakah tersangka NAA hanya melakukan investasi derivatif ke PT  MAF saja atau ke yang lain juga sebagai siasat untuk memperkaya diri sendiri atau orang sebagaimana pasal yang disangkakan kepada tersangka NAA.

Masih menurut Bahar, ibarat orang main judi, menang sekali tapi kalah seribu kali. Ini dibuktikan dengan tersangka NAA menarik keuntungan sebesar Rp 8 miliar. Dari Rp 8 miliar itu Rp1 miliarnya diserahkan ke PT Taru Martani.

Sementara Rp7 miliar digunakan tersangka NAA untuk melakukan investasi derivatif.

Karena itu ia juga berharap perlunya penelusuran aliran dana dengan melibatkan PPATK. Sehingga dapat diketahui apakah uang sebanyak itu hanya digunakan tersangka NAA sendiri atau menguntungkan orang lain sebagai unsur delik turut serta melakukan atau menyuruh melakukan.

Dalam keterangannya, Baharuddin Kamba juga menyinggung keberadaan dari dewan pengawas termasuk di BUMD dalam hal PT Taru Martani.

Dia mempertanyakan apakah para dewan pengawas termasuk komisari tidak mengetahui gelagat aneh yang dilakukan oleh tersangka NAA dengan menggunakan uang sebanyak itu. (*)

Tombol Google News

Tags:

HUKUM Tindak Pidana Korupsi PT Taru Martani direktur Kejati DIY Wakajati DIY Aspidsus Pemda DIY Cerutu dan Tembakau BUMD DIY