Di DPRD Sidoarjo, Para Penyandang Disabilitas Berharap Perlindungan dan Hak-Hak Difabel Diperjuangkan

Editor: Fathur Roziq

27 Februari 2024 23:15 27 Feb 2024 23:15

Thumbnail Di DPRD Sidoarjo, Para Penyandang Disabilitas Berharap Perlindungan dan Hak-Hak Difabel Diperjuangkan Watermark Ketik
Akses untuk para penyandang disabilitas di pintu masuk kantor DPRD Sidoarjo. (Foto: Fathur Roziq/Ketik.co.id)

KETIK, SIDOARJO – Kantor DPRD Sidoarjo menjadi tempat yang nyaman bagi para penyandang disabilitas. Jalur khusus untuk kursi roda. Ada lift pula untuk naik ke lantai II. Sampai di ruang sidang paripurna DPRD Sidoarjo, sambutan hangat datang dari para wakil rakyat. Hearing pun jadi ajang curhat.

Suasana itu terlihat saat rapat Pansus XXI pada Selasa (27/2/2024). Pansus yang membahas Raperda Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas tersebut mengundang komunitas disabilitas. Aspirasi mereka didengarkan oleh wakil rakyat di DPRD Sidoarjo.

Para penyandang disabilitas pun mencurahkan unek-unek dengan bebas. Tunarungu, tunawicara, tunadaksa. Banyak yang disampaikan. Dari masalah penghormatan hak, penyediaan sarana-prasarana, kesempatan berperan dalam pembangunan, sampai peningkatan kesejahteraan. Mereka berharap pansus DPRD Sidoarjo benar-benar memperjuangkannya.

Para wakil rakyat memperhatikan dengan serius. Ketua Pansus Raperda Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas DPRD Sidoarjo Aditya Nindyatman memimpin hearing (rapat dengar pendapat). Aditya didampingi oleh Wakil Ketua Pansus DPRD Sidoarjo H Agil Effendi dan anggota pansus H Dhamroni Chudlori.

Satu per satu perwakilan penyandang disabilitas diberi kesempatan bicara. Baik relawan, ketua forum, maupun perwakilan pengelola sekolah luar biasa (SLB) di Sidoarjo. Mereka pun menyampaikan ”simpanan” aspirasi yang selama ini terpendam kepada DPRD Sidoarjo.

Di antaranya, Prini. Penyandang tuna rungu itu menceritakan pengalamannya saat berada di rumah sakit. Petugas RS tidak memperhatikan pasien difabel. Padahal, mereka perlu informasi yang jelas tentang pelayanan rumah sakit. Petugasnya tidak tanggap. Tidak perhatian.

”Kami kesal. Petugas rumah sakit tidak paham bahwa kami tuna rungu yang butuh informasi,” ungkap Prini yang disampaikan seorang penerjemah bahasa isyarat di ruang paripurna DPRD Sidoarjo.

Aspirasi lain disampaikan oleh Ketua MKKS Pendidikan Khusus Layanan Khusus Sidoarjo Lestari Hariati. Dia prihatin. Di Kabupaten Sidoarjo, ada 31 sekolah luar biasa (SLB). Guru-guru pendidiknya selama ini hanya mengandalkan penghasilan dari yayasan. Nilainya tidak besar.

”Insentif untuk guru SLB ini belum ada,” ungkap Lestari.

Meski demikian, para pendidik luar biasa itu tetap mengabdi dengan tulus. Mereka memang bekerja di bawah naungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Namun, para guru itu butuh insentif. Mereka berharap ada perhatian dari Pemkab Sidoarjo.

Mendengar hal ini, anggota Aditya, Agil Effendi, dan Dhamroni Chudlori menyatakan akan berusaha memperjuangkan harapan para guru sekolah luar biasa itu. Insentif diupayakan berasal dari APBD Kabupaten Sidoarjo. Sebab, yang mereka didik juga warga Sidoarjo.

Aditya menyatakan, insentif untuk guru-guru SLB itu akan diperjuangkan. Bisa berbentuk bantuan sosial atau dana hibah yang tidak bertentangan dengan regulasi. Tetap sesuai aturan.

”Coba kita lakukan ke sana. Agar masa depan anak-anak SLB lebih baik,” ungkap legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

”Insentif guru (non-SLB) sudah ada. Sangat penting juga untuk guru-guru SLB. Selama tidak berbenturan dengan regulasi,” tegas anggota DPRD Sidoarjo asal Partai Demokrat H Agil Effendi.

”Guru-guru SLB ini guru khusus. Mendidik anak-anak khusus, Punya kemampuan khusus. Jadi, mereka perlu perhatian khusus. Sifatnya sudah setengah wajib memberikan insentif untuk mereka,” tandas Dhamroni Chudlori, yang duduk di kursi DPRD Sidoarjo dari PKB itu.

Foto Prini, penyandang tunarungu (kiri) mendengarkan penjelasan dari penerjemah tentang Raperda Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Disabilitas saat hearing di DPRD Sidoarjo pada Selasa. (27/2/2024)Prini, penyandang tunarungu (kiri) mendengarkan penjelasan dari penerjemah tentang Raperda Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Disabilitas saat hearing di DPRD Sidoarjo pada Selasa. (27/2/2024)

Raperda Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas ini meliputi berbagai hal tentang kebutuhan para difabel. Misalnya, aturan tentang kesempatan mereka untuk mendapatkan pekerjaan. Hak-hak politik juga dibahas. Hak-hak atas sarana dan prasarana juga diperhatikan.

Ada lagi keluhan para penyandang disabilitas. Mereka mengeluhkan minimnya perhatian dari Pemkab Sidoarjo. Misalnya, saat diundang untuk menghadiri suatu pertemuan penting. Pertemuan itu tidak menyediakan penerjemah bahasa isyarat. Akibatnya, mereka tidak bisa mengungkapkan pendapat. Terkesan hanya formalitas untuk dihadirkan.

Satu lagi. Mereka merasa tidak ada perhatian saat merayakan Hari Disabilitas Internasional atau Hari Difabel Internasional setiap tanggal 3 Desember. Sepi. Mereka ingat peringatan itu kali terakhir diadakan puluhan tahun yang lalu.

”Kami ingat waktu itu masih zamannya Pak Bupati Win (Hendrarso),” ungkap mereka. (*)

Tombol Google News

Tags:

DPRD Sidoarjo Disabilitas Sidoarjo Pemkab Sidoarjo Raperda Disabilitas Pansus Raperda Disabilitas Perlindungan Disabilitas PKS pkb Demokrat