Di Bawah Bayang-bayang El Nino

Editor: Naufal Ardiansyah

24 Juni 2023 03:14 24 Jun 2023 03:14

Thumbnail Di Bawah Bayang-bayang El Nino Watermark Ketik
Oleh: Achmad Ali*

Saat ini, perhatian dunia tengah tertuju pada perubahan cuaca panas ekstrem yang membuat iklim menjadi lebih panas. Diduga bahwa cuaca panas ekstrem ini disebabkan oleh fenomena El Nino, dan diperkirakan beberapa bulan ke depan bisa terjadi kemarau berkepanjangan yang berdampak pada kekeringan dan pemanasan global.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahkan meminta negara-negara mewaspadai ancaman El Nino yang bakal melanda. Senada dengan itu, Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) memperkirakan sekitar 60 persen kemungkinan terjadinya El Nino pada akhir Juli 2023.

Sementara 80 persen kemungkinan fenomena tersebut terjadi pada akhir September 2023. Lantas, apa sesungguhnya El Nino itu, dan apa dampaknya bagi Indonesia?

Seperti diketahui, El Nino merupakan fenomena pemanasan suhu muka laut di atas kondisi normal yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Dampak El Nino adalah berkurangnya curah hujan di wilayah Indonesia yang akhirnya memicu terjadi kondisi kekeringan di wilayah Indonesia secara umum.

Tahun ini, El Nino diprediksi berkunjung ke Indonesia hingga memunculkan musim kemarau kering. Prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa fenomena El Nino berpeluang terjadi pada semester II 2023.

Pada Maret 2023, dinamika atmosfer laut diprediksi akan segera beralih ke fase netral dan bertahan hingga semester I 2023. Sedangkan pada semester II 2023, terdapat peluang sebesar 50-60 persen bahwa kondisi netral akan beralih menuju fase El Nino.

Kondisi El Nino umumnya memberikan dampak berkurangnya curah hujan di wilayah Indonesia dan berpotensi menimbulkan peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, serta kekurangan air bersih, terutama di wilayah yang mengalami sifat musim kemarau bawah normal atau lebih kering dari biasanya. Hal ini berpotensi pada turunnya produksi pertanian dan pertambangan hingga kontribusinya terhadap inflasi.

El Nino yang berpotensi menyebabkan kekeringan di Indonesia tentu menjadi momok bagi produksi pangan terutama beras dalam negeri. Agar tak dibuat pusing, Indonesia perlu menunjukkan kedalamannya dalam mengenali karakter komoditas-komoditas pangan yang dekat dengan masyarakat. Untuk itu, ada beberapa catatan yang pantas kita beri perhatian dalam upaya mengantisipasi ancaman dan dampak El Nino di Indonesia.

Pertama, pada lapangan usaha pertanian tanaman padi misalnya, El Nino dapat menjadi ancaman atau tantangan besar karena berpotensi menyebabkan penurunan curah hujan di beberapa wilayah; kekeringan yang berkepanjangan; mengurangi ketersediaan air, sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan mengurangi hasil panen; mengganggu musim tanam dan mengubah pola cuaca yang biasanya terjadi.

Perubahan ini berakibat pada penundaan penanaman, penurunan luas tanam, atau bahkan gagal panen. Selain itu, El Nino dapat memengaruhi persebaran penyakit dan hama tanaman; penurunan kualitas tanaman hingga ketidakstabilan pasar (ketidakseimbangan pasokan dan permintaan). Hal ini dapat memengaruhi petani, pedagang, dan konsumen secara keseluruhan.

Kedua, El Nino juga berpotensi pada penurunan produksi padi/beras. Menurut data Kementerian Pertanian RI yang diolah dari Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan hasil penghitungan amatan Kerangka Sampel Area (KSA) tanaman padi Maret 2023 menunjukkan realisasi produksi beras pada Maret 2023 sebanyak 5,12 juta ton.

Jumlah ini hampir lima persen lebih rendah dibandingkan angka proyeksi tercatat 5,38 juta ton. Koreksi realisasi produksi beras pada Maret 2023 merupakan yang kedua kalinya. Sebelumnya, pada Februari 2023, realisasi produksi beras mencapai 2,86 juta ton, sedangkan angka proyeksinya sebanyak 3,68 juta ton.

Sementara itu, produksi beras pada April 2023 diproyeksikan 3,81 juta ton. Dengan demikian, jumlah produksi beras nasional sepanjang subround I (Januari - April 2023) diperkirakan 13,12 juta ton. Angka ini lebih rendah 4,30 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Seperti diketahui, April 2023 merupakan akhir musim panen raya sehingga produksi beras lebih sedikit.

Selain itu, surplus dari produksi pun menurun. Data BPS menunjukkan potensi surplus beras pada April 2023 sebanyak 1,27 juta ton, lebih rendah dibandingkan Maret 2023 sebanyak 2,58 juta ton dan April 2022 sebanyak 1,94 juta ton. Penurunan produksi itu turut berimbas pada kenaikan harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani dan beras di tingkat eceran.

Merujuk kembali pada data BPS, rata-rata nasional harga GKP di tingkat petani pada April 2023 mencapai Rp 5.401 per kg atau naik 2,40 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Angka itu lebih tinggi 23,62 persen dibandingkan April 2022. Sedangkan rata-rata nasional harga beras di tingkat eceran mencapai Rp 12.857 per kg, naik 0,55 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan juga meningkat 12,44 persen dibandingkan April 2022.

Karena itu, pengamatan dan pemahaman yang baik tentang El Nino sangat penting, seperti pemantauan perkembangan cuaca dan memperhatikan peringatan dini terkait El Nino; konservasi air; diversifikasi tanaman; pengelolaan penyakit dan hama tanaman; penggunaan teknologi dan pemanfaatan informasi; serta dukungan pemerintah dan lembaga terkait.

Ketiga, upaya memanfaatkan peluang dan mengelola ancaman fenomena El Nino terbuka lebar, dan sudah harus dimulai dari sekarang. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian RI perlu mencanangkan upaya khusus pemanfaatan peluang fenomena El Nino melalui peningkatan produksi padi dengan elemen kegiatan utama, antara lain: (1) segera mengoptimalkan dan memberdayakan Komando Strategis Pembangunan Pertanian Tingkat Kecamatan (Kostratani) sebagai garda terdepan manajemen operasional terpadu.

Ini adalah momentum yang tepat untuk menunjukkan bahwa Kostratani adalah terobosan pendekatan manajemen pembangunan pertanian yang efektif dan terukur; (2) menyediakan varietas benih unggul padi yang dapat bertahan di lahan kering, seperti Inpari dan Inpago, sebagai upaya memperkuat pasokan untuk kebutuhan beras pada akhir 2023 hingga awal 2024.

Momentum ini hendaknya digunakan untuk membangun sistem perbenihan terstruktur, berbasis pada kawasan mandiri benih dan terkoneksi dengan lembaga penelitian sebagai sumber inovasi; (3) mendorong percepatan tanam; (4) menjamin ketersediaan pupuk subsidi 6T (tepat jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, dan mutu); (5) mengaktifkan brigade alat dan mesin pertanian yang sudah terbangun beberapa tahun ini; dan (6) membangun sistem peringatan dan mitigasi bencana akibat El Nino.

Termasuk dalam hal ini adalah pembenahan sistem irigasi, tanggap serangan hama dan penyakit, serta penyediaan fasilitasi asuransi gagal panen. Tak kalah pentingnya pula, pemerintah diminta untuk lebih meningkatkan manajemen ekspektasi masyarakat dan komunikasi publik terhadap risiko ancaman dan dampak El Nino.


*) Achmad Ali, SST., M.Agb adalah Pemerhati Ekonomi, Statistisi Ahli Madya pada BPS Kabupaten Buleleng Provinsi Bali.

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Ketentuan pengiriman naskah opini:

Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id. Berikan keterangan OPINI di kolom subjek

Panjang naskah maksimal 800 kata

Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP

Hak muat redaksi

Tombol Google News

Tags:

Achmad Ali El Nino BPS