Dampak Kemarau Kian Terasa, Petani di Pacitan Alami Kesulitan Air

Jurnalis: Al Ahmadi
Editor: Mustopa

10 Mei 2024 13:27 10 Mei 2024 13:27

Thumbnail Dampak Kemarau Kian Terasa, Petani di Pacitan Alami Kesulitan Air Watermark Ketik
Petani Cabai, Hindun tengah membawa pupuk untuk ditabur di lahannya yang berada di Desa Banjarjo, Kecamatan Kebonagung, Pacitan, Jumat (10/5/2024). (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)

KETIK, PACITAN – Musim kemarau di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, mulai terasa sejak awal Mei 2024. Hal ini berdampak pada para petani yang mengalami kesulitan untuk mengairi lahan mereka.

Pantauan Ketik.co.id di sejumlah area persawahan di Pacitan, Jumat (10/5/2024), sejumlah petani sibuk mengerjakan sawahnya dengan memakai traktor atau alat pertanian lainnya.

Beberapa petani juga terlihat memupuk ke area persawahan yang mengering. Ada pula yang terlihat menanami sawah mereka dengan tanaman hortikultura seperti cabai, jagung, kacang panjang, dan lainnya.

Salah satu petani asal Kecamatan Kebonagung, Hindun (57), mengungkapkan, akibat sejak awal Mei tidak ada hujan yang turun di wilayahnya. 

Kondisi itu membuat sejumlah petani seperti dirinya kesulitan mendapatkan air untuk menyiram tanaman.

"Ini kan sudah terasa kalau masuk kemarau, dari awal mei 2024 sudah nggak ada hujan," kata Hindun saat di sawahnya yang berada di Desa Banjarjo, Kecamatan Kebonagung, Jumat (10/5/2024).

Para petani setempat sebagian besar mulai memasuki masa tanam pada bulan akhir April lalu. Pun saat ini sudah mulai melakukan berbagai perawatan.

"Dampaknya bagi petani yang mau menanam cabai maupun padi cukup kesulitan dapat air untuk mengairi lahan. Kalau irigasi pake mesin bakal nambah biaya," ungkap ibu tiga anak itu kepada Ketik.co.id.

Tak ada pilihan lain, Hindun dan sejumlah petani terpaksa harus memikul air menggunakan tangki dari sumber terdekat.

"Mau tidak mau ya harus ngambil dari sumur di pinggir sawah. Jaraknya lumayan jauh sekitar setengah kilometer," ungkapnya.

Serupa, kesulitan air di musim kemarau ini juga dialami oleh para petani di desa-desa lain.

Di Desa Jatimalang, Kecamatan Arjosari, misalnya, para petani harus berduyun-duyun menuju sumber mata air nan jauh dari lahan mereka.

"Kalau nyarinya air dari sungai, jaraknya sekitar 1 kilometer dari sini," kata Widi (45), petani padi di Desa Jatimalang.

Widi juga mengungkapkan, air di hulu sungai saat ini juga kian menyurut. Membuat, saluran irigasi juga mengering.

"Air lewat parit sawah juga sudah mengering," terangnya.

Menyiasati hal itu, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Pacitan berencana bakal mengoptimalkan irigasi perpompaan untuk memaksimalkan potensi lahan pertanian.

"Lahan yang sudah memiliki irigasi sekitar 8.000 hektar dari total 11.700 hektar lahan potensial," jelas Kepala DKPP Pacitan, Sugeng Santoso.

Untuk memperluas jangkauan irigasi, DKPP mengusulkan program perpompaan di 75 titik dan pembangunan sumur di beberapa lokasi. 

"Prioritasnya adalah lahan yang memiliki potensi luas dan indeks pertanaman (IP) yang rendah. Dengan irigasi perpompaan dan sumur, diharapkan IP dapat ditingkatkan," ujar Sugeng.

DKPP juga akan mengoptimalkan air sungai melalui perpompaan tersebut. "Jika potensi air sungai memungkinkan, maka akan dimanfaatkan dengan maksimal," terangnya.

Ia menambahkan, DKPP telah menerima prediksi dari BMKG bahwa kemarau tahun ini termasuk kemarau basah, sehingga masih memungkinkan adanya hujan kiriman.

"Harapannya, dengan irigasi perpompaan, kekurangan air pada musim kemarau dapat teratasi dan produksi pertanian tetap terjaga," ungkap Sugeng.

Saat ini, proses identifikasi usulan dan survei lokasi masih berlangsung. DKPP menargetkan data akan selesai pada bulan Mei ini agar program dari pusat dapat segera terealisasi.

"Pompa-pompa irigasi sudah ada yang dikirim dari pusat, namun masih ada kekurangan 3 unit," kata Sugeng.

Setiap titik pompa irigasi membutuhkan anggaran sekitar Rp120 juta. DKPP memprioritaskan lahan pertanian yang produktif di Kecamatan Pacitan, Kebonagung, Tulakan, Bandar, Ngadirojo, Punung, Arjosari, Pringkuku, Nawangan, dan Tegalombo. (*)

Tombol Google News

Tags:

pacitan Petani di Pacitan