Agustiningsih Berbagi Kisah Merawat Anak dengan Cerebral Palsy hingga Terdorong Jadi Terapis

Jurnalis: Lutfia Indah
Editor: Mustopa

12 Juli 2024 05:47 12 Jul 2024 05:47

Thumbnail Agustiningsih Berbagi Kisah Merawat Anak dengan Cerebral Palsy hingga Terdorong Jadi Terapis Watermark Ketik
Agustin bersama Marissa, anaknya yang mengalami cerebral palsy. (Foto: Lutfia/Ketik.co.id)

KETIK, MALANG – Kisah inspiratif datang dari Agustiningsih, seorang ibu dari Jalan Pisang Agung, Kota Malang. Ia dengan sepenuh hati merawat ketiga anaknya yang mengalami cerebral palsy

Kondisi tersebut membuatnya terdorong untuk melakukan pekerjaan sebagai terapis. Dorongan tersebut semakin bergelora ketika ia bergabung dengan Forum Keluarga Disabilitas (FKD) Sukun. 

"Menjadi terapis karena dari hati. Kita mempunyai anak seperti ini, kemudian saya ikut paguyuban akhirnya hati enggak bisa diam saja. Harus terjun supaya anak kita bisa dikader sendiri. Kader terbaik kan dari orang tua. Jadi kegiatan saya rutin di paguyuban," ujarnya, Jumat (12/7/2024). 

Kepada ketik.co.id, Agustin menceritakan bahwa salah satu anaknya, Marissa Etyaningsih (23) telah terdiagnosis cerebral palsy sejak lahir. Ia pun harus memberikan perhatian lebih kepada Marissa akibat kondisinya itu. 

"Marissa tidak bisa mandiri, semua butuh bantuan, mandi dibantu, makan juga. Pokok segala keperluan Marissa semuanya dibantu. Dia kalau duduk terlalu lama punggungnya gak terlalu kuat karena kondisinya lemas," lanjutnya. 

Saat masih kecil, Marissa sering mengalami kejang hingga 4-5 kali dalam sehari. Beruntungnya semakin bertambahnya usia, ditambah dengan terapi dan pengobatan yang dilakukan sendiri oleh Agustin, kejang tersebut perlahan terhenti. 

Memiliki tiga anak dengan kondisi serupa sempat membuatnya kebingungan dengan sikap dokter. Pasalnya Agustin tak pernah dijelaskan alasan kondisi anaknya tersebut. 

"Saya juga bingung, dokter enggak mau menjelaskan kenapa sampai anaknya bisa seperti ini. Harusnya kan dijelaskan, ada alasannya. Jalan keluarnya bagaimana biar enggak begini lagi," katanya. 

Beruntungnya, ia rutin mengikuti kegiatan di paguyuban dan meperoleh informasi bahwa salah satu kemungkinan penyebabnya ialah kelainan genetik hingga down syndrome

Bahkan Agustin harus ikhlas menerima kepergian salah satu anaknya akibat Covid-19. Menurutnya anak dengan kondisi cerebral palsy rentan terserang Covid-19. 

"Dia sudah kuliah hampir menuju jenjang pernikahan tapi tidak nutut karena Covid-19. Anak-anak (difabel) kan rentan Corona. Ya sudah gimana lagi, saya sudah pasrah, syukuri saja meskipun tiga-tiganya dalam kondisi seperti ini. Kan semua anak, enggak mau dilahirkan seperti ini," ucap Agustin. 

Beragam cara telah dilakukan untuk menyembuhkan anaknya. Mulai dari pengobatan medis serta tradisional, hingga akhirnya Agustin dapat sangat berdamai dengan kehidupannya. 

"Jalan satu-satunya kita gabung di sana (paguyuban) disabilitas. Saya hatinya juga bisa terhibur, anak-anak senang berkumpul dengan teman-temannya, enggak sendiri di rumah," ungkapnya. 

Agustin berharap setiap orang tua dan keluarga di luar sana dapat menerima kondisi anak-anak yang difabel. Bagaimanapun kondisi sang anak, tetap berhal bahagia dan melihat dunia luar. 

"Harapan saya semua orang tua yang mempunyai anak disabilitas, anaknya jangan sampai terkurung. Haknya anak-anak juga ingin bahagia, ingin melihat dunia yang lain. Saya cuma ingin ke depannya anak-anak disabilitas lebih diperhatikan," tutup Agustin.(*)

Tombol Google News

Tags:

kisah inspiratif Cerebral Palsy Difabel Kota Malang