Visi Misi Ketika Negara Darurat

Editor: Naufal Ardiansyah

15 Januari 2024 04:42 15 Jan 2024 04:42

Thumbnail Visi Misi Ketika Negara Darurat Watermark Ketik
Oleh: Tomy Michael*

Sebetulnya apa yang dicari masyarakat ketika melihat perdebatan calon presiden dan pasangannya? Jawabannya sangat banyak, bisa saja ingin melihat jalan keluar yang tepat sasaran, ekspresi para calon hingga pencapaian sebagai negara modern. 

Perdebatan membicarakan hal yang sangat serius seperti hak asasi manusia, perekonomian, lingkungan hingga mitigasi bencana. Tetapi kita juga melihat pernyataan setuju akan jawaban pasangan lainnya dan muncul pertanyaan apakah setuju dalam perdebatan diperbolehkan sebetulnya? 

Perdebatan merupakan bagian dari cara berdemokrasi di mana jawaban yang diungkapkan adalah gambaran yang akan diterima masyarakat kelak. Dalam kajian ilmu negara ada tahapan yang dilalui pemerintah dalam bernegara yaitu membentuk negara (sebelum kemerdekaan), mempertahankan negara (saat ini) dan mencegah hal-hal diluar nalar di masa mendatang. 

Sebetulnya mempertahankan negara identik dengan bertahannya ideologi suatu bangsa. Seperti di Indonesia bahwa sumber dari segala sumber hukum adalah Pancasila maka ia harus dipertahankan dengan cara apapun. Harus ada perubahan dalam perdebatan. Hal yang harus diperdebatkan tidak sekadar bagaimana mempertahankannya dari perbuatan faktual tetapi juga dari hal yang luar biasa.

Seperti yang lalu di mana Indonesia belum mengenal secara praktik akan omnibus law tetapi tiba-tiba terjadi pembahasan akan rancangan undang-undang cipta kerja tanpa sepengetahuan masyarakat. 

Sempat terjadi demonstrasi di banyak kota tetapi semua bisa terlewati dengan baik. Mengacu pada Pasal 37 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) bahwa “Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan” artinya apapun bisa terjadi kecuali yang satu ini. 

Bolehkah para calon presiden dan calon wakil presiden berdebat dengan tema yang menyenangkan? Setelah melihat film baru Leave The World Behind dengan bintang Julia Roberts maka jika terjadi sungguhan cukup mengerikan. Dikisahkan rumah yang disewa suatu keluarga mendadak didatangi oleh pemiliknya. 

Kejadian-kejadian aneh pun bermunculan, film yang terbagi menjadi beberapa bab seperti laporan penelitian ini pada akhirnya tidak menyelesaikan masalah. Hanya memberi pesan bahwa ada orang kuat didalamnya. Semuanya bisa diatur dan kita harus tetap hati-hati, begitulah pesan filmnya. Saya harus tetap patuh pada spoiler.

Baiknya apa yang dikisahkan dalam film-film kiamat ini diperdebatkan. Kiamat tidak identik dengan kematian tetapi bisa juga hal-hal aneh, referensi film macam I Am Legend, The Book Of Eli hingga Don’t Look Up. Para tua-tua memberikan nasihat bahwa segala sesuatunya bisa terjadi. 

Para pasangan calon harus siap dengan jalan keluar ketika Indonesia mengalami hal-hal seperti serangan alien, virus zombie, perubahan iklim atau makhluk hidup yang bermutasi. Bagi mereka yang kontra akan berujar akan mengucapkan kebanyakan nonton film dan pihak pro akan menjawab bisa saja terjadi. 

Apakah kita tahu akan yang dihadapi di masa mendatang? Tentu saja tidak tahu secara pasti tetapi di fakultas hukum diajarkan mengenai das sollen dan das sein. Khusus das sollen yaitu keadaan yang akan terjadi di masa mendatang dan untuk mencegah atau mendukungnya dibutuhkan suatu undang-undang. 

Sayangnya das sollen yang dimaksud disini adalah keadaan yang semuanya masuk akal misalnya bagaimana negara bertindak jika suatu saat nanti pemakaman dilarang karena tanah berkurang, bagaimana negara bertindak jika mata uang rupiah diganti oleh dollar, bagaimana negara bertindak jika konsep bumi datar adalah kebenaran di tahun 2045 atau bagaimana negara bertindak jika masyarakat menghendaki bahan bakar air. 

Namun saat ini tidak ada rancangan undang-undang yang mengkhususkan dengan hal-hal yang sifatnya metafisika. Bagaimana negara bertindak ketika serangan alien menyerang suatu daerah hingga jalannya pemerintahan tergantikan olehnya. 

Kesemua imajinasi dalam film bisa saja terjadi dan sudah pasti bunyi Pasal 37 ayat (5) UUD NRI Tahun 1945 menjadi tiada artinya karena pada akhirnya mempertahankan hidup adalah usaha masing-masing orang. Memang kalau membaca Pasal 11 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 termaktub bahwa Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. 

Perang di sini adalah perang yang melibatkan militer baik fisik atau teknologi tetapi sepertinya tidak pada alien. Apakah perlu melakukan pengklasifikasian akan perang dan jika terjadi perang apakah mereka bersedia berdamai dengan Indonesia? Saya memiliki keyakinan ketika tema debat ditambah akan mengatasi kiamat. Negara harus menjamin keselamatan, kehidupan dan apapun itu seluruh makhluk hidup di Indonesia harus terjaga. 

Debat para pasangan calon cenderung mempertahankan negara yang damai. Tidak ada yang salah karena jiwa kita adalah musyawarah. Tetapi saya sebagai rakyat yang juga terkontaminasi ajaran film-film per-kiamat-an sejak lama juga memiliki hak untuk diperhatikan. 

Saya ingin ada hari tanggal merah khusus tentang pelatihan yang diberikan negara dalam menghadapi invasi yang aneh-aneh. Kalau sudah begini, rasanya program nonton film tema kiamat bisa menjadi bagian dari kampanye. Dan hal pentingnya yang harus diwaspadai adalah peluang terjadi pasti ada walaupun nol koma saja. (*)

 

*) Tomy Michael, Dosen FH Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
 
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id

****) Ketentuan pengiriman naskah opini:

• Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.

• Berikan keterangan OPINI di kolom subjek

• Panjang naskah maksimal 800 kata

• Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP

• Hak muat redaksi

Tombol Google News

Tags:

Tomy Michael opini