Selain Pimpin Tim JPU, Kajari Yogyakarta Sekaligus Bacakan Dakwaan Perkara Korupsi Bidang Perbankan

Jurnalis: Fajar Rianto
Editor: Marno

13 Februari 2024 00:13 13 Feb 2024 00:13

Thumbnail Selain Pimpin Tim JPU, Kajari Yogyakarta Sekaligus Bacakan Dakwaan Perkara Korupsi Bidang Perbankan Watermark Ketik
Kepala Kejaksaan Negeri Yogyakarta Saptana Setya Budi, SH, MH saat membacakan surat dakwaan perkara korupsi terdakwa terdakwa Febrianto Dwi Wardhana SP.(Foto: Kejari Yogyakarta for Ketik.co.id)

KETIK, YOGYAKARTA – Sidang perdana  pembacaan dakwaan terdakwa Febrianto Dwi Wardhana SP dalam perkara tindak pidana korupsi perbankan, Senin (12/2/2024) digelar di Pengadilan Tipikor Yogyakarta.

Menariknya dalam persidangan ini selain memimpin Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kepala Kejaksaan Negeri Yogyakarta Saptana Setya Budi, SH, MH  membacakan surat dakwaan tersebut.

Dalam dakwaannya JPU yang terdiri Saptana Setya Budi, Bagus Kurnianto, Ella Gunadia Ratna Dewi, Juanita Indah Suryani, dan Surono menyebutkan terdakwa Febrianto Dwi Wardhana SP secara bersama-sama atau bertindak sendiri-sendiri dengan seseorang yang mengaku bernama Rarasati Wulandari, SH, MH (belum tertangkap) pada 6 Maret 2018. Perbuatan itu dilakukan di kantor salah satu bank berplat merah yang ada di seputaran Yogya Timur.

Saat itu Rarasati Wulandari mengajukan permohonan pembiayaan rumah kepada bank tersebut dengan cara mengisi formulir untuk pembiayaan pembelian 1  unit tanah seluas 125 m2 dan bangunan seluas 63,7 m2. Lokasinya di salah satu Perum di Ambarketawang, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman.  Pihak pengembang perumahan  yang juga berkedudukan di Kabupaten Sleman angsung meng-entry pada aplikasi scoring EFO pada bank tersebut.

Namun  untuk melengkapi persyaratan pengajuan kredit itu, Rarasati Wulandari menyerahkan sejumlah dokumen palsu. Baik berupa surat keterangan perekaman dukcapil, NPWP, kartu keluarga, dan prin out rekening salah satu bank swasta ternama.

Orang yang mengaku Rarasati Wulandari ini juga melampirkan surat-surat yang terkait dengan pekerjaannya meliputi surat kontrak kerja, surat pengangkatan karyawan, dan slip gaji.

"Bahwa untuk  memproses permohonan pembiayaan konsumtif sebagaimana yang diajukan oleh seseorang yang mengaku bernama Rarasati Wulandari, SH, MH terdapat aturan yang berlaku pada bank tadi," sebut Saptana.

Sedangkan terdakwa Febrianto Dwi Wardhana SP pada saat itu menjabat sebagai Pejabat Pengganti Sementara (Pgs) Consumer Processing Assistant (CPA) pada bank berplat merah tersebut.

Dalam dakwaannya JPU menyatakan, surat keterangan perekaman yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Sleman Nomor : 3404092006/SURKET/01/141117/0004 tanggal 14 November 2017 secara kasat mata terlihat banyak kejanggalan yang menunjukkan dokumen itu palsu antara lain sebagai berikut :

Surat keterangan perekaman tersebut  telah memuat barcode. Namun masih ada tanda tangan basah pejabat yang menerbitkan dan masih distempel dinas.

"Dengan adanya barcode, seharusnya tidak perlu lagi ada tanda tangan basah pejabat yang mengeluarkan surat keterangan. Juga tidak perlu lagi dibubuhi stempel dinas. Tercantumnya Barcode maka terdakwa seharusnya sudah dapat men-scan barcode untuk mengetahui keabsahan surat keterangan dimaksud," ujarnya.

Kejanggalan lainnya, surat keterangan perekaman yang dikeluarkan oleh Dispendukcapil Kabupaten Sleman tersebut ditandatangani oleh Drs Hardiman, M.Si selaku sekretaris Dispendukcapil. Namun apada bagian tandatangan tertulis Drs Hardiman, M.Si sebagai Kepala Dispendukcapil Kabupaten Sleman.

Begitupula sejumlah kejanggalan terlihat  dari dokumen lainnya yang digunakan untuk melengkapi persyaratan persetujuan kredit tadi. Meskipun dokumen yang diajukan oleh seseorang yang mengaku bernama Rarasati Wulandari, terdapat kejanggalan yang menunjukkan akan kepalsuannya.

Namun terdakwa Febrianto Dwi Wardhana tetap mempergunakan dokumen tersebut untuk diproses dan divalidasi guna mendapatkan persetujuan dari pimpinan bank tempatnya bekerja untuk mendapatkan pembiayaan.

"Seharusnya terdakwa melakukan analisa menggunakan sistem EFO terutama didasarkan pada hasil kunjungan on the spot dan hasil penelitian terhadap formulir permohonan yang telah di isi/ disampaikan oleh pemohon serta meminta informasi BI," sebut Saptana.

Selain bertentangan dengan ketentuan perusahaan (bank) tempat terdakwa bekerja, perbuatan terdakwa menggunakan dokumen- palsu yang diajukkan oleh seseorang  untuk memproses permohonan pembiayaan merupakan perbuatan melanggar norma hukum yang termuat dalam Pasal 264 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dengan begitu terdakwa yang dalam perkara ini berperan sebagai orang yang turut serta melakukan tindak pidana bersama-sama dengan seseorang yang mengaku bernama Rarasati Wulandari.

"Dalam melakukan analisa data calon debitur atas nama Rarasati Wulandari tidak dilakukan sebagaimana  peraturan yang berlaku pada bank tersebut," ujarnya.

Selanjutnya terdakwa membuat call memo tertanggal  14 Maret 2018 yang memuat data yang tidak benar. Serta berhasil meyakinkan atasannya secara berjenjang dan disetujui oleh saksi Daryoko selaku Consumer Processing Head (CPH) dan Arief Mursidi selaku Pejabat Sementara pimpinan cabang bank berplat merah Yogyakarta.

"Sehingga tanggal 19 Maret 2018 pimpinan bank memberikan persetujuan kredit  maksimum Rp 1.914.395.008 kepada  Rarasati Wulandari," ujarnya.

Kredit tersebut untuk keperluan pembelian 1 unit tanah dan bangunan dengan luas tanah 125 m2. Luas bangunan 63,7 m2 berlokasi di Perum di Kelurahan Ambarketawang, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Pada anggal 11 April 2018 telah masuk dana dari bank ke rekening nomor 699161008 atas nama Rarasati Wulandari sebesar Rp.830.000.000,- sehingga menambah kekayaan Rarasati Wulandari," ujarnya.

Namun pada saat  proses balik nama dan pemasangan hak tanggungan atas SHGB Nomor : 000682/Ambarketawang ke Kantor Pertanahan Kabupaten Slema tidak  dapat dilakukan. Masalahnya Nomor Induk Kependudukan pembeli atas nama Rarasati Wulandari tidak valid karena tidak terdapat dalam database Kantor Dispenduk Kabupaten Sleman. "Sehingga tidak memiliki fungsi sebagai agunan dan Ttdak dapat dilakukan pelelangan oleh bank," kata JPU.

Kemudian tanah dan bangunan dilakukan penyitaan oleh Jaksa Penyidik. JPU dalam dakwaannya juga menegaskanbdalam perkara ini telah terjadi kerugian keuangan negara. Hal ini berdasarkan pendapat Ahli Dr Muhammad Rustamaji, SH,MH yang memberikan pendapat sebagai ahli.

"Tidak bisa dipasangnya hak tanggungan pada suatu objek (aset) atas suatu kredit yang telah dikucurkan dapat dikategorikan sebagai sudah terjadinya kerugian keuangan negara yang pasti (actual loss)," ujar 

Sedangkan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan sebesar Rp 1.882.269.020. Dengan perincian harga jual bank: Rp 1.914.395.008 dikurangi jumlah angsuran yang dibayar Rarasati Wulandari kepada Bank dari bulan April 2018 s/d Oktober 2018  sebesar Rp 32.125.998

Dalam dakwaan primernya JPU menjerat terdakwa dengan ancaman pidana dengan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang R.I. Nomor :  31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang R.I. Nomor :  20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang R.I. Nomor :  31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.  Pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHP.

Serta  Subsidair,  Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang R.I. Nomor :  31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang R.I. Nomor  : 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang R.I. Nomor :  31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.  Pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHP.

Atas dakwaan tersebut, Penasihat Hukum terdakwa mengajukan eksepsi (keberatan). Majelis Hakim yang diketuai Tuty Budhi Itami SH MH kemudian menyampaikan sidang berikutnya akan dilanjutkan tanggal 25 Pebruari 2024 dengan agenda eksepsi dari penasihat hukum atau pihak terdakwa. (*)

Tombol Google News

Tags:

Kajari Yogyakarta Saptana Setya Budi perkara korupsi Perbankan Kejari Yogyakarta Febrianto Dwi Wardhana Rarasati Wulandari Pengadilan Tipikor Yogyakarta