Kombel Guru Bukan Sekadar Ganti Casing

Editor: Mustopa

2 April 2024 10:19 2 Apr 2024 10:19

Thumbnail Kombel Guru Bukan Sekadar Ganti Casing Watermark Ketik
Oleh: Mohammad Hairul *

Komunitas Belajar atau Kombel menjadi istilah yang semakin familiar di dunia pendidikan. Hal itu seiring kian populer dan menjamurnya keberadaan Kombel guru baik secara daring di Platform Merdeka Belajar (PMM) maupun secara luring di masing-masing satuan pendidikan. Keberadaan Kombel sebagai fenomena baru terbentuknya lingkungan pembelajaran alternatif di kalangan guru, dan terbangunnya jaringan sosial yang kuat antara para peserta.  

Kombel daring menjadi bagian tidak terelakkan dari perkembangan teknologi informasi. Platform online seperti forum diskusi dan berbagi praktik baik, pelatihan daring dan berbagai webinar, dan pola komunikasi dengan menggunakan media sosial menjadi kecenderungan baru di berbagai sektor kehidupan tidak terkecuali pendidikan. Pembelajaran berbasis komunitas menjadi tidak lagi ada batas geografis. Cukup dengan modal kesamaan hobi, kesamaan visi, kesamaan orientasi, serta ketersediaan akses jaringan internet.

Beda pula keberadaan Kombel luring yang cenderung masih menggunakan pendekatan pembelajaran tradisional. Seolah mereka harus berkumpul di satu ruang yang sama dengan mendatangkan pembicara atau narasumber secara langsung ke lokasi pertemuan. Pada konteks demikian, maka ia sangat terikat pada kedekatan geografis atau keterjangkauan jarak untuk mengadakan pembelajaran bersama.

Ada tiga penanda utama sebagai pembeda orientasi bermakna dalam fenomena keberadaan Kombel. Pertama, menekankan kolaborasi daripada kompetisi sehingga tercipta suasana belajar bersama. Kedua, promosi dan keteladanan tentang pembelajaran sepanjang hayat. Bahwa pembelajaran tidak hanya melalui kelas-kelas namun juga melalui pengalaman sehari-hari. Ketiga, keterlibatan peserta secara aktif sehingga semua berkontribusi terhadap isi pembelajaran dan arah perkembangan Kombel.

Keberadaan Kombel mengingatkan saya pada sejarah masa lalu tentang para Filsuf Yunani Kuno. Seperti halnya Aristoteles yang membentuk kelompok-kelompok pembelajaran untuk mendiskusikan ide-ide dan pengetahuan. Sedangkan semangat berbagi dan berkolaborasi yang menjiwai keberadaan Kombel mengingatkan saya pada gerakan pendidikan alternatif pada abad ke-20 dengan tokoh-tokohnya seperti John Dewey dan Maria Montessori.  

Guna menjaga eksistensi, Kombel perlu memanfaatkan setidaknya lima potensi yang dimiliki. Di antaranya, tradisi berbagi praktik baik, berupa pertukaran pengetahuan, pengalaman, dan ide. Saling mendukung dan memotivasi sehingga bisa tumbuh bersama. Membangun kemitraan dan jaringan positif, baik profesional maupun pribadi. Mengeksplorasi ide-ide baru dan melakukan inovasi. Serta pengembangan keterampilan sosial, seperti kerjasama, komunikasi, dan kepemimpinan.

Kombel juga perlu menjaga agar menjadi lingkungan belajar yang inklusif, produktif, dan berkelanjutan. Beberapa hal berikut perlu menjadi antisipasi dalam pengelolaan kombel yang efektif. (1) Penurunan Partisipasi, hal ini terjadi jika anggota merasa kebutuhannya tidak diakomodir. (2) Kehilangan Arah, terkait pentingnya struktur dan tujuan yang jelas. (3) Ketidaknyamanan, hindarkan adanya intimidasi atau diskriminasi yang mengganggu kenyamanan.

Selain itu, perlu juga kepekaan untuk apresiatif terhadap ragam bakat dan keterampilan anggota sehingga tidak timbul kesan (4) Pengabaian Aset. (5) Pembiaran Konflik, walaupun hal itu wajar dalam interaksi antarindividu namun tanpa penanganan yang tepat dapat mengganggu harmoni. (6) Ambiguitas, bisa terjadi jika kurangnya konsistensi dalam melaksanakan kesepakatan bersama. (7) Mengabaikan Kualitas, bahwa bukan hanya kegiatan yang banyak namun kegiatan yang bermanfaat.

(8) Penurunan Motivasi, pemicunya bisa kurangnya menghargai keterlibatan dan kontribusi anggota. (9) Ketiadaan Promosi, terkait pentingnya mendorong kerjasama dan kolaborasi agar tidak menghambat pengembangan komunitas. (10) Resistensi terhadap Perubahan, tentang pentingnya beradaptasi dengan perubahan lingkungan atau kebutuhan anggota agar anggota tidak merasa ketinggalan atau kehilangan relevansi.

Penyampaian gagasan ini sengaja diberangkatkan dari kajian genealogis komunitas belajar. Hal itu dimaksudkan agar terlihat dengan jelas bagaimana perkembangan dan apa saja daya pembeda antara Kombel dengan dengan kelompok-kelompok lain sebelumnya. Sehingga keberadaan Kombel benar-benar dapat diresapi pada perubahan makna filosofisnya dan paradigma yang menyertainya. Ibarat Handphone, maka keberadaan kombel bukan sebatas ganti casing. 

Pembahasan berikutnya pada ranah kajian ideologis. Bahwa Kombel harus benar-benar menampakkan ada perubahan fundamental dalam pengelolaan dan cara pandangnya terhadap anggota dan orientasi pendidikan. Bahwa selain membentuk Kombel, tahap lebih lanjut yang lebih menantang adalah mempertahankan eksistensi agar tetap inklusif, produktif, inovatif, dan berkelanjutan.

Layaknya interaksi antar individu dalam komunitas mana pun, maka pola komunikasi juga menjadi kunci keberlangsungan Kombel. Perlu ada kesadaran bersama bahwa kita tidak perlu meniup lampu tetangga agar lampu kita juga bersinar. Bahwa olahraga terbaik bagi hati adalah merengkuh yang ada di bawah untuk tumbuh dan berkembang bersama. Teman-teman di IGI (Ikatan Guru Indonesia) menyebutnya sebagai sharing and growing together.

*) Mohammad Hairul adalah Kepala SMP Negeri 1 Curahdami, Bondowoso, Jawa Timur. Sekaligus Fasilitator Nasional POP (Program Organisasi Penggerak).

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id

****) Ketentuan pengiriman naskah opini:

  • Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
  • Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
  • Panjang naskah maksimal 800 kata
  • Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
  • Hak muat redaksi.(*)

Tombol Google News

Tags:

opini Kombel Guru Bukan Sekadar Ganti Casing Mohammad Hairul