Kisah Tumi Pacitan, Disabilitas Sebatang Kara Hidup dari Ceceran Daun Cengkeh

Jurnalis: Al Ahmadi
Editor: M. Rifat

22 Juni 2024 09:46 22 Jun 2024 09:46

Thumbnail Kisah Tumi Pacitan, Disabilitas Sebatang Kara Hidup dari Ceceran Daun Cengkeh Watermark Ketik
Tumi, warga Wonosari, Karangrejo, Arjosari, Pacitan hidup sebatang kara dan penyandang disabilitas sejak (22/6/2024). (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)

KETIK, PACITAN – Terselip kisah pilu seorang perempuan asal Kabupaten Pacitan, Jawa Timur bernama, Tumi (50) yang hidup penuh keterbatasan.

Sejak lahir, Tumi mengalami disabilitas rungu wicara.

Organ pendengaran dan bicaranya mengalami ketidakfungsian, membuat dirinya sulit untuk berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain.

Di rumah berlantai tanah yang terletak RT 009, RW 006, Dusun Wonosari, Desa Karangrejo, Kecamatan Arjosari miliknya, wanita lajang ini hidup sebatang kara dalam kesunyian.

Kedua orang tuanya telah wafat beberapa waktu silam.

Menjadi Pemungut Daun Cengkeh

Di usianya yang tak lagi muda, Tumi harus berjuang mencari nafkah demi bertahan hidup sebagai pemungut daun cengkeh milik warga sekitar.

Rindangnya puluhan pohon cengkeh bak kilauan permata bagi Tumi. 

Bermodalkan alat sederhana, yakni sebuah sapu lidi. Tumi begitu cekatan mengambil tumpukan daun cengkeh yang berguguran di atas tanah.

Tak ada sedikitpun perasaan jijik baginya saat mengais tumpukan daun cengkeh yang bercampur tanah.

Daun cengkeh yang berhampuran di sekitar pohon, lanjut ia sapu dan dimasukkan ke dalam sak berwarna putih.

Butuh sekitar dua jam agar wadah milik Tumi penuh. Satu sak, dihargai Rp1.500 oleh pengepul.

Rata-rata, Tumi hanya mampu mengumpulkan tiga karung daun cengkeh dalam sehari.

Upah Tumi sangatlah jauh dari kata layak, yakni Rp5-15 ribu saja. Pun harus ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

"Sehari paling banyak dapet sepuluh sak," ungkap tetangga dekatnya, Sudirman, kepada Ketik.co.id, Sabtu (22/6/2024).

Merasa iba, sesekali tetangga Tumi juga ikut membantu. Baik memberikan pekerjaan maupun uang.

"Ia juga sering diminta bekerja sebagai buruh tani saat warga sekitar memasuki masa panen," imbuhnya.

Meski alami keterbatasan. Di balik wajah kusutnya, Tumi seolah enggan menyerah, pun ia selalu siap jika diberikan pekerjaan oleh orang lain.

"Dia tidak punya siapa-siapa lagi, jadi kami sebagai tetangga tetap berusaha membantu semampu kami. Jika mendapat bantuan dari orang lain, tentunya Bu Tumi pasti sangat bersyukur," jelas Sudirman. (*)

Tombol Google News

Tags:

pacitan Kisah Pilu Tumi warga Arjosari