KETIK, SURABAYA – Ketua DPD Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Timur HM Arum Sabil meminta pemerintah menghidupkan kembali Intruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 1985 tentang persusuan nasional.
Inpres Nomor 2 Tahun 1985 ini merupakan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk mengembangkan sektor susu nasional agar lebih mandiri, berkelanjutan, dan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Tujuan utama dari Inpres ini adalah untuk meningkatkan produksi susu dalam negeri, mengurangi ketergantungan pada impor, serta memperkuat kesejahteraan peternak sapi perah lokal.
Aturan kewajiban penyerapan susu lokal dihapus pada era krisis finansial Asia 1997-1998 karena intervensi dari Dana Moneter Internasional atau IMF.
Pada krisis ekonomi 1998, IMF mendorong liberalisasi ekonomi dan membuka pintu bagi impor susu yang lebih tinggi.
Maka dari itu, Arum Sabil berharap Inpres tersebut bisa dihidupkan dan dikawal agar mewajibkan IPS menyerap susu lokal. Ketika susu lokal sudah diserap maksimal namun permintaan masih tinggi, industri bisa diizinkan untuk impor.
"Pemerintah harus intervensi sebagai bentuk proteksi kepada peternak lokal dengan mewajibkan IPS menyerap hasil susu peternak lokal," tegasnya.
Arum menekankan untuk Industri Pengelolaha Susu (IPS) agar tidak terlena melakukan impor karena produksi susu di Jawa Timur mencapai 54 persen dari kebutuhan nasional.
"Harapan kami dari DPD HKTI mendorong, mendesak kepada IPS ini, jangan terlena dengan fasilitas impor. Silakan menyerap menampung produk susu perah dari peternak yang di koordinir oleh koperasi itu," jelasnya.
Arum menegaskan IPS harus membeli dari peternak sapi perah lokal dengan harga yang sesuai, agar para peternak sapi perah mendapat nilai ekonomi yang sepadan.
"Dengan harga yang tentunya bisa memiliki nilai ekonomi bagi para peternak sapi perah, silakan mau import, kalau memang itu kapasitas itu masih kurang," jelas Arum Sabil.
Arum Sabil menjabarkan di Jawa Timur terdapat industri pengolahan susu atau IPS itu salah satunya adalah PT Nestle Indonesia, PT Indolacto dan PT Greenfield Indonesia dengan kapasitas mencapai 2 ribu ton per hari.
"Kalau 2 ribu ton per hari, kalau misalnya dalam satu tahun 350 hari, berarti sebenarnya kebutuhannya kurang lebih sekitar 700 ribu ton sementara produksi susu di Jawa Timur adalah kurang lebih sekitar 456.343 ton per tahun," rincinya.
"Nah, dari kapasitas terpasang ini sebenarnya lebih 50 persen itu bisa dipasok dari susu lokal, susu peternak," imbuh Ketua Kwarda Jatim ini.
Ia menjelaskan seharusnya sebelum melakuka import susu, pemerintah harus menghitung produksi susu yang bisa diserap oleh IPS.
Adanya punishment dari Mentan untuk larangan import susu oleh IPS, Arum Sabil memberikan apresiasi karena banyaknya peternak sapi perah yang produk susunya tidak terserap.
"Jadi saya mengapresiasi kepada Menteri Pertanian bahwa akan memberikan punishment dengan mencabut izin impornya atau menghentikan izin importnya apabila tidak menyerap susu peternak dengan maksimal," pungkasnya. (*)