Catatan Pemilu 2024 Sidoarjo versi IRPD, Bawaslu Sidoarjo Punya PR tentang Netralitas Penyelenggara Negara (3)

Editor: Fathur Roziq

12 Maret 2024 06:05 12 Mar 2024 06:05

Thumbnail Catatan Pemilu 2024 Sidoarjo versi IRPD, Bawaslu Sidoarjo Punya PR tentang Netralitas Penyelenggara Negara (3) Watermark Ketik
Salah satu perkara netralitas aparat pemerintah dan penyelenggara negara yang diproses oleh Tim Gakkumdu Sidoarjo hingga ke Pengadilan Negeri Sidoarjo. Kades Tarik divonis bersalah 5 bulan penjara dengan masa percobaan 10 bulan. (Foto: Fathur Roziq/Ketik.co.id)

KETIK, SIDOARJO Netralitas aparatur pemerintah dan penyelenggara negara menjadi isu sentral dalam Pemilu 2024. Bagaimana keterlibatan mereka dan seberapa kuat penindakan dan sanksinya di Sidoarjo?

Catatan terkait Penegakan Hukum Pemilu

Problem paling serius dalam Pemilu 2024 adalah isu netralitas birokrasi dan aparatur desa. Pemilu 2024 diwarnai oleh tindakan pelanggaran netralitas birokrasi dan aparatur negara. Mereka terlibat dukung-mendukung.

Ada kasus pelesiran Paguyuban Panitia Pemungutan Suara (PPS) se-Kecamatan Sidoarjo bersama kepala desa (Kades) dan kepala badan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo dan seorang bakal calon anggota legislatif (bacaleg) DPRD Sidoarjo. Itu terjadi pada akhir Juli 2023. Akibatnya, ketua PPK Kecamatan Sidoarjo Kota dipecat.

Kasus pelanggaran netralitas lain lebih jelas. Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo memvonis bersalah Kepala Desa (Kades) Tarik Ifanul Ahmad Irfandi. Kades Ifanul didakwa melakukan kampanye bagi pasangan Calon Presiden-Calon Wakil Presiden (Capres-Cawapres) No. 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Balai Desa Tarik, Kecamatan Tarik, pada Kamis, 4 Januari 2024.

Ifanul dijatuhi hukuman 5 bulan penjara dengan masa percobaan 10 bulan dan denda Rp 5 juta. Hakim menyatakan dia melanggar pasal 490 dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Sidoarjo juga masih punya tugas yang belum selesai. Yakni, memeriksa 12 Kades di Kecamatan Buduran yang diduga mendeklarasikan dukungan kepada pasangan Capres-Cawapres Prabowo—Gibran. Video mereka viral.

Foto Bawaslu Sidoarjo saat meminta klarifikasi dari 12 Kades di Kecamatan Buduran, Sidoarjo, yang mendeklarasikan diri mendukung pasangan capres tertentu. (Foto: Fathur Roziq/Ketik.co.id)Bawaslu Sidoarjo saat meminta klarifikasi dari 12 Kades di Kecamatan Buduran, Sidoarjo, yang mendeklarasikan diri mendukung pasangan capres tertentu. (Foto: Fathur Roziq/Ketik.co.id).

Selain melanggar hukum, problem tersebut merusak integritas pemilu. Sebab, birokrasi merupakan alat negara yang seharusnya menyediakan ruang yang setara bagi tiap peserta pemilu. Bila imparsialitas birokrasi dipertaruhkan, prinsip luber jurdil pemilu lebih sulit dicapai.

Netralitas ASN dan aparat desa penting dalam penyelenggaraan pemilu. Ada dua faktor. Pertama, ASN dan aparatur desa memegang kekuasaan birokrasi di berbagai level. Bila keduanya partisan, timbul konflik kepentingan dengan pemanfaatan kekuasaan birokrasinya di berbagai level.

Kedua, dalam struktur sosial, terutama di pedesaan, ASN dan aparatur desa menempati posisi terhormat. Mereka dapat memengaruhi pemilih secara lebih efektif. Bisa memberikan keuntungan elektoral bagi kelompok-kelompok politik tertentu.

Catatan tebal juga patut ditujukan pada penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan untuk kepentingan politik praktis. Bawaslu belum memiliki instrumen untuk menjerat praktik tersebut.

Contohnya, dugaan pemanfaatan program pemerintah daerah, seperti Kartu Usaha Perempuan Mandiri (Kurma) untuk kepetingan politik. Beberapa petahana dan calon yang dekat dengan kekuasaan pun tidak segan-segan menyelewengkan sumber daya anggaran dan birokrasi untuk memenangkan persaingan.

Beberapa caleg mendapatkan endorsement lewat berbagai program pemerintah daerah. Misalnya, program sosialisasi pajak, program peningkatan kapasitas lembaga, bantuan keuangan (BK), dan pencairan bantuan atau insentif kelompok masyarakat. Semua itu menjadi indikator kuat adanya penyalagunaan kekuasaan.

Di sisi lain, pengawasan dan penindakan yang dilakukan Bawaslu tergolong minim. Bawaslu seakan tidak hadir melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan UU Pemilu.

Salah satu jawaban mengapa Bawaslu tidak banyak berbuat adalah Undang-Undang Kepemiluan yang selama ini menunjukkan banyak sekali kelemahan. UU Pemilu itu tidak hanya tak komprehensif, tapi juga tidak sinergi. Itu adalah sisi kelemahan UU Kepemiluan di Indonesia.

Bawaslu Sidoarjo diharapkan lebih mengedepankan pengawasan pemilu yang substantif daripada pengawasan yang prosedural. (bersambung)

 

Tombol Google News

Tags:

pemilu 2024 Bawaslu Sidoarjo KPU Sidoarjo Pemilu 2024 Sidoarjo IRPD sidoarjo Gakkumdu Sidoarjo Pengadilan Negeri Sidoarjo