Antisipasi Politik Kartel, Pengamat Politik UB Tekankan Pentingnya Oposisi dalam Kepemimpinan Prabowo-Gibran

Jurnalis: Lutfia Indah
Editor: Mustopa

27 Februari 2024 10:38 27 Feb 2024 10:38

Thumbnail Antisipasi Politik Kartel, Pengamat Politik UB Tekankan Pentingnya Oposisi dalam Kepemimpinan Prabowo-Gibran Watermark Ketik
Pelaksanaan kegiatan Bonsai yang diselenggarakan oleh UB dan dihadiri pakar politik. (Foto: Lutfia/Ketik.co.id)

KETIK, MALANG – Pengamat politik serta akademisi dari Universitas Brawijaya (UB), Wawan Sobari, S.IP.,MA.,Ph.D., menyebut pentingnya keberadaan partai-partai yang menjadi oposisi dalam kepemimpinan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka jika terpilih memimpin Indonesia dalam 2024-2029 mendatang.

Menurut Wawan, keberadaan partai oposisi dapat mencegah munculnya risiko politik kartel. Dalam politik kartel, baik dari aktor maupun partai politik dapat melakukan kolusi untuk mengontrol dan memanipulasi proses politik sehingga menguntungkan pihak mereka.

"Oposisi itu dibutuhkan agar pengambilan keputusan di legislatif bukan hanya untuk kepentingan politik koalisi namun berdasarkan konsensus. Di situ bisa ada negosiasi, dan tentunya diawali dengan konsultasi," ujar Wawan pada Bincang Santai Bersama Pakar (Bonsai) yang digelar UB, Selasa (27/2/2024).

Apabila terjadi praktik politik kartel, prinsip-prinsip berdemokrasi hingga persaingan sehat dalam sistem politik dapat perlahan terkikis. Tak hanya itu kekuasaan pun akan terpusat pada satu golongan dengan persaingan yang terbatas.

"Kalau tidak ada oposisi risikonya adalah munculnya politik kartel ini berbahaya. Kalau terjadi akan ada konsentrasi kekuasaan, tidak ada persaingan, tidak ada perdebatan, perilaku mencari rente atau keuntungan pribadi maupun golongan, dan memunculkan korupsi dan nepotisme," tekannya.

Foto Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, Calon Presiden dan Wakil Presiden RI. (Foto: Instagram @prabowo)Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, Calon Presiden dan Wakil Presiden RI. (Foto: Instagram @prabowo)

Kondisi tersebut salah satunya tercermin dalam periode kedua pemerintahan Joko Widodo. Wawan menyebut bahwa saat ini dalam kursi legislatif sebanyak 86 persen dikuasai oleh koalisi. Namun dengan majunya Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024, menyebabkan beberapa partai oposisi beralih menjadi koalisi.

"Oposisi itu penting karena akan mendorong bangunan pemerintahan yang seimbang. Eksekutif tidak terlalu kuat seperti saat ini yang 86 persen dikuasai oleh koalisi. Malah sekarang tinggal 7 persen. Itu sangat berat sebelah," ujarnya.

Menurutnya dari beberapa partai yang memperoleh suara tertinggi dalam Pemilu 2024, PDI Perjuangan dan PKS menadi partai yang berpeluang untuk maju sebagai oposisi. Dari hasil hitung cepat KPU RI, per hari ini perolehan suara PDI Perjuangan sebesar 16,51 persen, dan PKS 7,54 persen.

Pakar Hukum Pemilu, Prof. Dr. Muchammad Ali Safaat menjelaskan meskipun penggabungan suara PDI Perjuangan dan PKS hanya 23-25 persen namun kehadirannya sebagai oposisi masih sangat dibutuhkan.

"Oposisi dipengaruhi kekuatannya oleh kekuatan politik yang dimiliki di parlementer meskipun tidak sampai dapat memaksakan deadlock. Meskipun kekuatan yang tidak sangat kuat tapi punya potensi untuk memaksakan suatu pembuatan kebijakan di parlementer," tutur Ali.

Selama pemerintahan Joko Widodo telah muncul kekuatan oposisi dari masyarakat. Namun kekuatan tersebut kurang maksimal sebab tidak disambut baik di lingkup parlemen. Alhasil banyak kebijakan yang banyak ditentang oleh masyarakat sipil namun tetap diloloskan.

"Kalau tidak ada oposisi di parlemen, semua regulasi bisa disahkan. Semua diperlukan untuk memberi ruang yang lebih luas dalam membentuk diskursus publik," tutupnya.(*)

Tombol Google News

Tags:

Bonsai UB Universitas Brawijaya Pentingnya Oposisi Partai Oposisi Politik Kartel Prabowo Subianto Gibran Rakabuming Raka Prabowo-gibran pemilu 2024