Pengolahan Sampah Melalui Refuse Derived Fuel Ternyata Masih Menyisakan Risiko Turunan

Jurnalis: Fajar Rianto
Editor: M. Rifat

29 Maret 2024 07:30 29 Mar 2024 07:30

Thumbnail Pengolahan Sampah Melalui Refuse Derived Fuel Ternyata Masih Menyisakan Risiko Turunan Watermark Ketik
Pengamat lingkungan sekaligus Ketua Pusat Studi Manajemen Bencana (PSMB) Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno. ( Foto: Via for Ketik.co.id)

KETIK, YOGYAKARTA – Permasalahan klasik menyangkut sampah perlu mendapat perhatian serius oleh semua pihak.

Di antaranya limbah sampah yang dihasilkan masyarakat, sampah sebagai tempat berkembang dan sarang dari serangga dan tikus, sumber polusi dan pencemaran tanah, air dan udara, maupun kurangnya kapasitas tempat pembuangan sampah.

Untuk mengurangi kebutuhan lahan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah, meningkatkan kualitas lingkungan dan dihasilkannya bahan bakar alternatif penganti bahan bakar fosil (batubara), maka sampah kemudian diolah menjadi bahan bakar.

Untuk menurunkan kadar air hingga <25% dan menaikkan nilai kalorinya, sampah dicacah terlebih dahulu dan diseragamkan ukurannya menjadi 2-10 cm.

Refuse Derived Fuel (RDF) merupakan hasil pengolahan sampah yang dicacah dan dikeringkan.  Karenanya RDF ini sering disebut sebagai keripik sampah.

Untuk menghasilkan energi baru menjadi RDF saat ini hanya fokus pada pengelolaan sampah anorganik melalui Tempat Pengolahan Sampah Terpadu.

Sementara sampah organik belum terkelola dengan maksimal. Pendapat ini dikemukakan oleh pengamat lingkungan sekaligus Ketua Pusat Studi Manajemen Bencana (PSMB) Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno. 

Menurut Eko Teguh, pengolahan sampah melalui RDF ternyata masih menyisakan risiko turunan. Sehingga
diperlukan tambahan teknologi untuk mengatasi berbagai masalah lainnya, selain fokus mengolah satu jenis sampah.

"Karena berhasil mengurangi banyak tonase sampah. Sebagai salah satu teknologi khusus untuk mengatasi limbah padat anorganik RDF banyak dipuji. Namun hal itu masih diikuti dengan sejumlah masalah lainnya," ungkapnya Kamis (28/3/2024).

Ia berdalih, kalau keberadaan unsur sampah organik belum terkelola. Maka untuk mengelola sisa makanan organik dengan baik keberadaan RDF harus disertai dengan sentuhan teknologi yang lain.

Selanjutnya dengan beragam teknologi lain yang dikembangkan tadi, sebut Eko Teguh, pengelolaan sampah memiliki lebih banyak alternatif. Bahkan bisa dimanfaatkan menjadi berbagai produk.

Ia contohkan, sampah bisa dipilah dan digunakan untuk membuat papan, genting atau bisa dikembalikan menjadi energi cair.

Kembali ia tekankan teknologi RDF masih terbatas dan belum bisa mengatasi turunan masalah sampah.

"Saya sangat bangga. Dengan adanya RDF sampah banyak berkurang. Tetapi ada teknologi lain yang harus dipertimbangkan untuk target yang berbeda. Kalau ibarat doa sapu jagat ternyata dengan RDF belum semuanya bisa ikut," tutupnya.

Meski begitu, Eko Teguh tidak memungkiri keberadaan RDF cukup membantu dalam mengurangi volume sampah. Tetapi masih butuh tehnologi tambahan yang harus diwujudkan, agar pengelolaan di setiap wilayah menjadi lebih maksimal dan tidak menyisakan masalah kedepannya. (*)

Tombol Google News

Tags:

Resiko turunan sampah Refuse Derived Fuel  RDF Pusat Studi Manajemen Bencana PSMB Universitas Pembangunan Nasional UPN Pengamat lingkungan Yogyakarta