Kondisi Dua Nenek Lansia di Pacitan Usai Rumahnya Hangus Diterjang Petir

Jurnalis: Al Ahmadi
Editor: Hetty Hapsari

13 November 2024 13:15 13 Nov 2024 13:15

Thumbnail Kondisi Dua Nenek Lansia di Pacitan Usai Rumahnya Hangus Diterjang Petir Watermark Ketik
Tuginem (80) disabilitas mental dan Tugimah (75) disabilitas wicara serta fisik yang rumahnya hangus diterjang petir kini mengungsi dirumah saudara, Rabu, 13 November 2024. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)

KETIK, PACITAN – Wajah sendu menyelimuti Tuginem (80) dan Tugimah (75), dua nenek lanjut usia yang kini kehilangan tempat berteduh.

Rumah semi permanen di RT 1 RW 1 Krajan Sanggrahan, Kebonagung, Pacitan yang selama ini menjadi pelukan hangat di masa tua, kini hanya menyisakan abu dan puing.

Itu usai dilahap ganasnya api yang dipicu sambaran petir pada Senin malam, 11 November 2024.

Di bawah derasnya hujan kala itu, menggiring Tuginem dan Tugimah dalam ketakutan. Penuh keterbatasan, mereka keluar rumah hingga berteduh di bawah pohon di samping rumah.

Warga setempat pun segera berlari ke lokasi, namun api telah lebih dulu melahap segalanya. 

Tuginem ditemukan berteduh di bawah pohon mlinjo, dan Tugimah berdiri lemas di jalan menurun, syok dan linglung.

Dibantu warga yang bergegas di tengah derasnya hujan, keduanya segera dievakuasi.

Foto Potret rumah Tuginem dan Tugimah rata tanah, beberapa ruang dibangun oleh petugas kepolisian dan TNI untuk sementara waktu. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)Potret rumah Tuginem dan Tugimah rata tanah, beberapa ruang dibangun oleh petugas kepolisian dan TNI untuk sementara waktu. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)

"Karena istri saya sakit stroke saya wira-wiri. Pas sampai di lokasi, Mbah Tuginem saat itu berada di bawah pohon mlinjo, sementara mbah Tugimah posisi di turunan jalan. Keduanya tampak shock karena sambaran petir dan kebakaran itu," kenang keponakan Ipar, Suparwoto (54), Rabu, 13 November 2024 kepada Ketik.co.id.

Mereka, kini harus mengungsi ke rumah Suparwoto, yang berjarak 750 meter dari rumah.

Hari-hari keduanya dirawat oleh anak Suparwoto, pasalnya istrinya sendiri juga sedang menderita sakit.

Dalam usia renta dan kesehatan yang kian meredup, kedua nenek itu menjalani hari-hari hanya mengandalkan uluran tangan saudara.

Tuginem telah memanggul disabilitas mental sejak lahir, sementara Tugimah, dengan langkah yang terseok oleh kaki bengkok, mengalami disabilitas wicara.

"Mereka tidak punya suami, hidupnya sebatang kara. Yang merawat itu saya dan anak saya," ucapnya Suparwoto selaku tulang punggung keluarga yang hanya berprofesi sebagai buruh serabutan.

Kini, keluarga besar Tuginem dan Tugimah berharap ada uluran tangan dari pemerintah atau pihak terkait yang dapat meringankan beban mereka.

Keluarga juga berharap ada dukungan psikologis untuk menenangkan jiwa yang terkoyak karena tragedi ini.

“Kami berharap ada bantuan dari pemerintah atau masyarakat sekitar, agar Mbah Tuginem dan Mbah Tugimah bisa kembali punya tempat tinggal yang layak,” ungkap Suparwoto dan istri yang sebelumnya juga tinggal serumah dengan keduanya.

Sekadar informasi, saat ini sejumlah relawan dan organisasi sosial juga tengah menggalang dana untuk Tuginem dan Tugimah. Saling bahu-membahu untuk meringankan beban mereka agar bisa menjalani hidup dengan lebih baik. (*)

Tombol Google News

Tags:

pacitan Kebakaran di Pacitan