KETIK, TUBAN – Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Tuban menggelar wisuda sarjana ke V. Acara tersebut digelar di gedung Graha Sandiya Tuban, Selasa, 15 Oktober 2024.
Wisuda diikuti 222 orang, dengan rincian, 100 Wisudawan-Wisudawati dari Prodi prodi Pendidikan Agama Islam (PAI), Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) sebanyak 53 wisudawan terdiri 17 putra dan 36 putri.
Selanjutnya, Prodi Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) lepas 23 wisudawan yang semuanya putri. Kemudian, prodi Perbankan Syariah (PS) 25 orang. Sedangkan Prodi Hukum Keluarga Islam (HKI) 8 orang dan 13 orang prodi Manajemen Dakwah (MD).
Orasi Ilmiah disampaikan Kepala Subdirektorat Pengembangan Akademik Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Dr. Imam Bukhori, M.Pd.
Pada saat Orasi Ilmiah, Dr Imam Bukhori M.Pd menyampaikan sorotanya pada dunia pendidikan yang sudah masuk begitu jauh hedonisme, materialise dan sebagainya.
Padahal menurutnya, salah satu tugas dunia pendidikan yakni menjaga ketabuan masyarakat jika ada pelanggaran syariat, menjaga rasa ketabuan masyarakat terhadap perilaku menyimpang dari syariat, norma, budaya dan adat istiadat.
‘’Kesuksesan itu bukan diukur dengan gajinya saat kerja, tapi kemanfaatan untuk masyarakat. Kalau lulus dan bekerja hanya untuk dirinya sendiri, maka itu adalah kegagalan,’’ ujar Imam Bukhori dihadapan para wisudawan IAINU Tuban
Bukhori meminta kepada Mahasiswa yang purna wisuda untuk bertanya pada diri sendiri, untuk siapa saya bekerja. Kalau bukan hanya untuk diri sendiri, namun jika ada manfaatnya untuk masyarakat maka itu adalah keberhasilan.
‘’Di tengah dunia pendidikan yang hedonisme dan materialisme maka saatnya dikembalikan pada pendidikan lulusannya menargetkan kebermanfaatan yang banyak untuk masyarakat,’’sambungnya
Pada kesempatan itu, Bukhori berbicara perguruan tinggi keislaman, seperti IAINU Tuban ini, harus beda dengan perguruan tinggi yang lain.Pasalnya, perguruan tinggi islam adalah perguruan tinggi umum yang punya ciri khas karena diajarkan ajaran-ajaran islam.
‘’Di Perguruan tinggi Islam hubungan dosen dengan mahasiswa diikat dengan mahabbah fillah, yakni kecintaan pada Allah, bukan hubungan transaksional, wani piro dan sebagainya,’’ tutur dia.
Ia menilai, Dzuriyyah itu ada 2, yakni binnasab atau hubungan darah dan bissabab yakni hubungan 2 orang atau lebih yang berkaitan mahabbah fillah yang menghasilkan amal saleh. Di akhirat, mereka akan dikumpulkan dosen dan mahasiswa ini di surga.
‘’Cara pikir ukhrawi ini yang tidak ada sekarang, maka perspektif ukhrawi harus dijadikan cara berfikir, cara bertindak dalam mengelola perguruan tinggi keagamaan. Ini yang harus ditanamkan dalam perguruan keislaman khususnya perguruan tinggi NU,’’ sambungnya.
Orasi ilmiah itu, Bukhori, juga menyinggung keberagaman dalam beragama. Menurutnya, lulusan perguruan tinggi islam harus berbeda. Beda cara komunikasi, perilaku, dan pemahaman agama harus luas. Sebab, orang yang pemahaman agamanya lebih dalam, maka sikapnya akan moderat, sehingga dalam kehidupan di masyarakat tidak kaku.
Kemoderatan ini yang dikembangkan pemerintah dengan moderasi beragama. Sehingga tidak beragama secara ekstrim kanan atau kiri. Sedikit-sedikit mengkafirkan atau membidahkan.
"Kehadiran perguruan tinggi NU sangat penting untuk mendorong moderasi beragama. Indonesia punya 6 agama yang resmi, belum ditambah kepercayaan atau isem-isme itu. Semua itu punya potensi memecah belah, maka moderasi beragama sangat penting,’’ tandasnya.
Sementara itu, Rektor IAINU Tuban Dr.A.Luthfi Hamidi meminta agar para wisudawan mulai hari wisuda ini harus menepuk dada dan berteriak keras-keras karena prestasi serta hasil kerja keras mereka selama ini. "Inilah saya, Jangan jadi anak mama dan anak papa terus. Tapi berdirilah dengan kaki sendiri," ucapnya.
‘’Setelah wisuda tidak bisa lagi menyebut diri sebagai anak mama dan papa. Tapi inilah saya,’’ sambungnya. Rektor mengajak seluruh wisudawan untuk berdiri dan mengucap ikrar bersama.
"Untuk sampai bisa teriak inilah saya, maka jangan lupakan masa lampau, banyak peran orang-orang yang mendukung Anda. Pertama ortu, lalu dosen tenaga pendidik dan seluruh pengelola IAINU, serta seluruh pendiri, karena dari beliau-beliaulah saat ini kita ada disini,’’ ujar Luthfi.
Pria kelahiran Lamongan itu juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh wali mahasiswa yang telah mempercayakan dan mempercayai IAINU Tuban menjadi tempat menitipkan anak-anaknya untuk menempuh pendidikan.
"Pengabdian atau kembali ke masyarakat adalah memasuki universitas kehidupan yan tidak lagi mengandalkan pengetahuan, tapi kreatifitas dan progresifitas. Maka setelah diwisuda saatnya harus kreatif dan progresif. Bermasyarakat tak bisa hidup sendiri, harus berkelompok, berserikat atau berorganisasi. Dalam organisasi mengedepankan musyawarah meski bebas berpendapat.
Boleh berbeda pendapat, tapi kalau sudah ada keputusan, maka harus diamankan dan dilaksanakan," pesanya
Sementara mewakili PCNU Tuban dan BPP IAINU Tuban Dr.Mujib Ridwan memberi tantangan pada rektor agar bisa mengubah IAINU Tuban menjadi universitas. Dia melihat saat ini IAINU sudah berkembang sangat bagus. Karena itu, PCNU dan BPP IAINU memberikan apreasiasi.
‘’PCNU memberi apresiasi, tadi PCNU dan BPP sudah rasan-rasan, agar rektor tidak pergi dulu. Boleh pergi tapi syaratnya IAINU harus berubah jadi universitas dulu. Jangan lama-lama,’’ ucapnya.
‘’Saya optimis akhir 2025 bisa jadi universitas. SDM segera bisa diunduh, juga masih muda-muda sehingga bisa diajak lari cepat. Kenapa penting ini ? Karena Jatim akan dipecah. Wilayah utara seperti Gresik, Lamongan Bojonegoro dan Tuban belum ada ada kampus negeri, maka ada potensi bisa jadi kampus besar,’’ tutupnya. (*)