KETIK, SURABAYA – Embusan angin pagi di kawasan penambangan Desa Punggul, Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban, menjadi saksi sebuah momen bersejarah saat bendera Merah Putih dikibarkan dalam upacara Hari Pahlawan, Senin, 11 November 2024.
Yang membuat upacara ini istimewa adalah sosok pembina upacara, Abu Fida, mantan narapidana terorisme yang pernah menjadi deklarator ISIS di tahun 2014. "Upacara Hari Pahlawan mundur sehari karena 10 November hari libur," ujar Abu Fida yang berasal dari Sidotopo Lor, Surabaya itu.
Upacara yang berlangsung khidmat ini dihadiri oleh komunitas unik: para mantan narapidana terorisme yang kini telah kembali ke pangkuan NKRI, berbaur dengan para penambang galian C dari Desa Punggul.
Di antara peserta upacara terlihat Hasan, eks anggota JAD (Jamaah Ansharut Daulah), dan Beni yang baru menyelesaikan masa hukumannya tahun 2023 untuk kasus yang sama.
"Dulu saya memandang bendera ini dengan kebencian. Hari ini, saya berdiri di sini memimpin upacara dengan hati yang bergetar dan mata yang berkaca-kaca," ungkap Abu Fida dalam sambutannya. Pria yang telah bebas sejak 2017 ini kini aktif membina para mantan narapidana terorisme untuk kembali ke jalan yang benar.
Suasana hening menyelimuti area galian C saat lagu Indonesia Raya berkumandang. Para penambang yang masih mengenakan pakaian kerja berdiri tegak bersama dengan para mantan napiter, menciptakan pemandangan yang memberi makna mendalam tentang persatuan dan penerimaan.
Peserta upacara di antaranya Hasan, eks anggota Jamaah Ansharut Daulah, dan Beni yang baru menyelesaikan masa hukuman perkara terorisme tahun 2023. (Foto: Ist)
"Perjalanan kami tidak mudah. Dari penjara, kami belajar arti sesungguhnya dari perjuangan untuk bangsa," tutur Hasan, yang kini aktif dalam program deradikalisasi bersama Abu Fida. Matanya menerawang mengingat masa lalu, namun dengan tekad yang kuat untuk masa depan yang lebih baik.
Beni, yang baru setahun menghirup udara bebas, mengaku tersentuh dengan momentum ini. "Upacara hari ini mengajarkan saya makna sejati dari patriotisme. Bukan dengan kekerasan, tapi dengan membangun dan menjaga NKRI," ujarnya sambil menahan haru.
Abu Fida memimpin mendoakan para pahlawan yang berjasa atas perjuangannya. (Foto: Ist)
Abu Fida dalam pidatonya menekankan pentingnya menjaga komitmen pada negara. "Saudara-saudaraku, kita pernah tersesat. Tapi Allah memberikan kita kesempatan kedua untuk menebus kesalahan dengan menjaga NKRI," tegasnya. Ia juga berbagi pengalaman transformasinya dari seorang deklarator ISIS menjadi pembela Pancasila.
Para penambang yang hadir memberikan respons positif. "Kami bangga bisa menjadi bagian dari moment ini. Ini membuktikan bahwa pintu maaf dan penerimaan selalu terbuka bagi siapa saja yang ingin kembali ke jalan yang benar," ungkap Karno, koordinator penambang setempat.
Upacara dilanjutkan dengan dialog singkat antara para eks napiter dan penambang. Mereka berbagi pengalaman dan pandangan tentang masa depan Indonesia. "Kami ingin membuktikan bahwa perubahan itu nyata. Bahwa mantan napiter bisa menjadi garda terdepan dalam menjaga NKRI," tambah Abu Fida.
Upacara dilakukan di kawasan penambangan galian C . (Foto: Ist)
Program pembinaan yang dilakukan Abu Fida telah menunjukkan hasil positif. Beberapa eks napiter yang dibinanya kini aktif dalam kegiatan sosial dan pemberdayaan masyarakat. "Ini adalah jihad yang sesungguhnya. Membangun, bukan menghancurkan," jelasnya.
Upacara ditutup dengan doa bersama untuk kesejahteraan bangsa dan negara. Momen ini menjadi bukti nyata bahwa perjalanan dari radikalisme menuju nasionalisme bukan hanya mungkin, tapi juga bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang.
"Mari kita jadikan pengalaman masa lalu sebagai pelajaran untuk membangun masa depan yang lebih baik," tutup Abu Fida, mengakhiri upacara yang akan dikenang sebagai simbol transformasi dan harapan. (*)
*) Penulis berita ini adalah Abu Fida mantan narapidana terorisme yang kini menempuh Program Doktoral Islamic Stidies PPs Universitas islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya.