KETIK, MATARAM – Seorang pemuda disabilitas tanpa lengan asal Selaparang, Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Iwas alias Agus (21), ditetapkan menjadi tersangka atas kasus pemerkosaan mahasiswi di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Bahkan, sehari-hari Agus mengaku masih dibantu orangtuanya untuk berpakaian hingga makan.
"Sebagaimana Bapak lihat, saya masih dimandikan dan dirawat oleh orang tua saya. Semua aktivitas seperti buang air besar dan kecil pun dibantu orang tua. Kok bisa saya dituduh memperkosa atau berhubungan secara paksa, bagaimana saya bukanya gitu," papar Agus dikutip dari Youtube Koran Lombok.
Kronologi versi Agus
Pada awal Oktober 2024, Agus bertemu dengan seseorang mahasiswi di kampus dan meminta bantuan untuk diantarkan kembali setelah makan siang.
Karena merasa lelah berjalan, Agus menerima tawaran untuk dibonceng oleh mahasiswi tersebut.
Awalnya hanya menuju ke kampus. Namun, malah berputar-putar di sekitar Islamic Center hingga akhirya Agus dibawa ke salah satu penginapan ke dekat Udayana.
Sesampainya di penginapan Agus mengaku dipaksa masuk kamar dan pakaian mulai dilucuti oleh mahasiswi tersebut.
Agus mengikuti kemauan perempuan tersebut karena dipaksa.
"Saya ikut saja sampai masuk ke kamar. Saya kaget dia membuka bajunya, Agus disuruh tidur di kasur. Kami melakukan itu semua. Ini dasar suka sama suka," jelas Agus
Setelah kejadian itu, Agus dan mahasiswi tersebut kembali ke arah kampus. Namun, mahasiswi itu turun dari motor dan memeluk seseorang pria di dekat Islamic Center.
Seorang pria itu memotret Agus. Agus terkejut karena kejadian tersebut. Tak selang berapa lama, foto Agus tersebar di media sosial dan dituduh menjadi pelaku pemerkosaan, hingga kasus ini dilaporkan ke Polresta Mataram.
Kepala Subdirektorat Remaja Anak dan Wanita (Renakta) Reserse Krimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujawati menjelaskan kekerasan yang dilakukan Agus bukan berbentuk kekerasan fisik.
"Dia menggerakkan seseorang untuk melakukan tindakan yang dia kehendaki sehingga orang kemudian tergerak. Ada unsur menekan suatu kondisi merasa takut sehingga tidak kuasa menolak keinginan tersangka," pungkas AKBP Ni Made Pujawati.(*)