KETIK, BANGKALAN – Penerapan pasal 338 KUHP pada Peristiwa pembunuhan yang disertai pembakaran seorang mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura dua hari lalu memantik berbagai tanggapan dari masyarakat.
Di antaranya tim advokat dan kantor hukum GBR & Partner. Mereka meminta Polres Bangkalan, Madura, Jawa Timur untuk menjerat pelaku pembunuhan mahasiswi Universitas Trunojoyo Madura (UTM) dengan pasal pembunuhan berencana.
Gatot Hadi Purwanto, advokat dari Kantor Hukum GBR & Partner mengatakan bahwa pernyataan Kapolres Bangkalan, AKBP Febri Isman Jaya pada saat jumpa pers memimbulkan kontroversial.
"Dalam siaran pers, Kapolres menyampaikan tersangka dijerat pasal 338 KUHP tentang pembunuhan biasa dengan sanksi pidana maksimal 15 tahun penjara. Pasal yang diterapkan ini kontroversial," jelas Gatot, Selasa 03 Desember 2024.
Gatot menambahkan, pembunuhan sadis itu sudah selayaknya dimasukkan juga Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan sanksi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun.
Terlepas adanya alibi pelaku kemana-mana membawa sajam, menurutnya itu adalah hak pelaku membela diri nantinya dipersidangan. Namun, penyidik harus memahami secara betul rangkaian peristiwa pembunuhan tersebut.
"Kalau dilihat dari pelaku yang membawa sajam dan membeli bensin untuk membakar korban, itu merupakan rangkaian peristiwa yang membutuhkan waktu dan memberikan kesempatan pelaku untuk berpikir," ucapnya.
"Termasuk apakah pembakaran korban dalam keadaan sudah meninggal atau masih hidup itu perlu ada pembuktian forensik yang mendalam," ujar dia.
Dia menegaskan, Pasal 340 KUHP sudah sepantasnya dimasukan oleh polisi sebagai ancaman pembunuhan berencana. Persoalan pasal mana yang diterapkan untuk menjatuhkan hukuman, itu dapat dibuktikan dalam persidangan.
Gatot mendesak Polres Bangkalan untuk meninjau ulang penerapan pasal yang dijeratkan kepada tersangka berdasarkan bukti-bukti yang ada serta kemungkinan pasal-pasal lain yang dapat dijeratkan baik secara subsidaritas maupun kumulatif.
"Terbukti atau tidaknya pasal yang dijeratkan terhadap tersangka/terdakwa dalam perkara ini, itu menjadi kewenangan majelis hakim pada pengadilan negeri untuk memeriksa, memutus dan mengadili perkara pidana," tutupnya. (*)